Ali bin Abi Thalib

 

Dalam  perkembangan agama Islam, ada banyak tokoh dan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ikut berperan dalam menyebarkan agama Islam dan menegakkan agama Allah di dunia ini. Beberapa tokoh yang sangat berpengaruh pada masa itu diantaranya adalah para Khulafaur Rasyidin.  Siapa yang tidak kenal dengan tokoh muslim yang satu ini? Ya, nama Ali Bin Abi Thalib pastinya dikenal oleh setiap umat Islam di dunia ini karena beliau adalah salah satu khalifah pengganti rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau wafat. Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Rasul yang berpengaruh bagi Islam. Untuk mengetahui dengan lebih jelasnya, mari kita simak biografi Ali bin Abi Thalib.

Nasab Beliau

Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah.. Kunyah-nya adalah Abu Hasan, ia digelari Abu Turab . Ia adalah sepupu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sekaligus menantu Nabi, Ali bin abi Thalib menikah dengan Fatimah, putri Rasulullah dengan Khadijah. Ali bertunangan dengan Fatimah sebelum Perang Badar tetapi pernikahan mereka dilangsungkan kira-kira tiga bulan selepas itu. Ketika itu Ali berusia 21 tahun dan Fatimah berusia 15 tahun.)Istis’ab Fi Ma’rifati Ashab 335/1)

Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab. Ali memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya, mereka adalah: Thalib, Aqil, dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah.

Ayahnya, Abu Thalib yang nama aslinya adalah Abdu Manaf. Abu Thalib adalah paman kandung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat menyayangi Nabi, namun ia wafat dalam agama jahiliyah

Sifat Fisiknya

Ali bin Abi Thalib adalah laki-laki berkulit sawo matang, bola mata beliau besar dan agak kemerah-merahan. Untuk ukuran orang Arab, beliau termasuk pendek, tidak tinggi dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundaknya putih. Rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah tampan, memiliki gigi yang rapi, dan ringan langkahnya (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 25)

Keutamaan Ali bin Abi Thalib

  1. Termasuk Seseorang Yang Dijamin Surga

Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, az-Zubair di surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga, Sa’id (bin Zaid) di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga.” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Albani).

  1. Perumpamaan beliau di sisi Rasulullah, ibarat Harun di sisi Musa

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu.
Sa’ad berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ali Radhiyallahu anhu.

أنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُوْنَ مِنْ مُوْسَى ، إِلاَّ أَنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

“Engkau di hadapanku ibarat Harun di hadapan Musa, hanya saja tidak ada lagi nabi sesudahku”.

(Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Fadhail as-Shahabah V/71, juga dalam al-Maghazi VIII/112. Dan oleh Muslim dalam Fadhail as-Shahabah II/1870-1871; Lafal ini adalah lafal Muslim)

Dalam hadits ini Rasulullah sampaikan kepada Ali saat beliau tidak menyertakan Ali bin Abi Thalib dalam pasukan Perang Tabuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menjadi wakil beliau di kota Madinah. Ali yang merasa tidak nyaman hanya tinggal bersama wanita, anak-anak, dan orang tua yang udzur tidak ikut perang dihibur Rasulullah dengan sabda beliau di atas.

Sebuah ucapan indah yang menunjukkan tingginya kedudukan beliau. Beliau ditugasi sebagai pengganti Rasulullah dalam mengurusi keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan maksudnya sebagai wakil pengurusan kota Madinah secara umum. Sebab yang ditunjuk untuk melakukan tugas ini adalah Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu.

  1. Ayah Dari Pemimpin Pemuda Surga

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah ayah dari dua orang cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni Hasan dan Husein. Kedua cucu beliau ini adalah pemimpin para pemuda di surga.

Rasulullah bersabda:

الحَسَنُ وَالحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الجَنَّةِ

“al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin pemuda ahli Surga.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3781)

  1. Rasulullah Mengumumkan di Khalayak Bahwa Allah dan Rasul-Nya Mencintai Ali

Saat Perang Khaibar, Rasulullah hendak memberikan bendera komando perang kepada seseorang. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’adi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Demi Allah, akan aku serahkan bendera ini esok hari kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dia dicintai Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan kemenangan melalui dirinya.” Maka semalam suntuk orang-orang (para sahabat) membicarakan tentang siapakah di antara  mereka yang akan diberikan bendera tersebut. Keesokan harinya, para sahabat mendatangi Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?” Dijawab, “Kedua matanya sedang sakit.” Rasulullah memerintahkan, “Panggil dan bawa dia kemari.” Dibawalah Ali ke hadapan Rasulullah, lalu beliau meludahi kedua matanya yang sakit seraya berdoa untuknya. Seketika Ali sembuh total seolah-olah tidak tertimpa sakit sebelumnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera kepadanya. Lalu Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita.” Rasululah bersabda: “Majulah dengan tenang, sampai engkau tiba di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui dirimu, sungguh lebih berharga bagimu daripada memiliki onta-onta merah.” (HR. Muslim no. 4205).

  1. Mencintai Beliau Merupakan Satu Tanda Keimanan

Dari Zir bin Hubaisy, ia mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu berkata :

وَاللهِ إِنَّ لَمِمَّا عَهِدَ إِلَيَّ النَّبِيُّ – صلي الله عليه وسلم- أَنَّهُ لاَ يُبْغِضُنِي إِلاَّ مُنَافِقٌ وَلاَ يُحِبُّنِي إِلاَّ مُؤْمِنٌ

“Demi Allah, sesungguhnya diantara apa yang ditetapkan kepadaku oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam, ialah bahwasanya tidak ada orang yang membenciku kecuali munafik, dan tidak ada yang menyintaiku kecuali mukmin”.( Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad I/84 dan di dalam Fadhail as-Shahabah 948 , 961, dan lain-lain)

Tentu saja, mencintai Ali bukan hanya klaim semata. Mencintainya adalah dengan mengikuti perintahnya, tidak melebih-lebihkannya dari yang semestinya, dan mencintai orang-orang yang ia cintai. Ali mengutamakan Abu Bakar dan Umar atas dirinya, demikian juga semestinya orang-orang yang mengaku mencintainya, mengikuti keyakinannya.

Potret Beliau dalam Kepemimpinan

Beliau sosok pemimpin sederhana dan dekat dengan rakyat kecil. Kedudukannya sebagai khalifah tak menghalanginya untuk berbaur dengan masyarakat. Pernah suatu ketika dikisahkan, beliau memasuki sebuah pasar, dengan mengenakan pakaian setengah betis sembari menyampirkan selendang. Beliau mengingatkan para pedagang supaya bertakwa kepada Allah dan jujur dalam bertransaksi. Beliau menasihatkan, “Adillah dalam hal takaran dan timbangan” (Siyar a’laam an nubala’ 28: 235).

Indahnya, seorang pemimpin menyambangi rakyat kecil. Lalu mengingatkan mereka tentang akhirat. Karena kesejahteraan suatu negeri, tak hanya berporos pada hal-hal duniawi saja. Namun, hubungan rakyat dengan Sang Khalik adalah faktor utama kesejahteraan suatu bangsa. Dharar bin Dumrah menceritakan, saat diminta sahabat Muawiyah radhiyallahu’anhu untuk bercerita di hadapan beliau tentang kepribadian sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu.

“Ali” terang Dharar, “adalah orang yang visinya jauh ke depan, lelaki yang kuat, bicaranya jelas, keputusannya adil, menguasai banyak cabang ilmu, dan perkataannya bijak. Menjauh dari hingar-bingar dunia, bersahabat dengan sunyinya malam (untuk beribadah), mudah menangis (karena takut kepada Allah), suka pakaian pendek (sederhana), makanannya makanan rakyat kecil. Beliau di kalangan kami seperti sudah bagian dari kami. Bila dimintai beliau menyanggupi dan bila diundang beliau datang. Namun kedekatannya dengan kami dan akrabnya kami dengan beliau, kami tetap merasa segan dengan beliau.

Ali adalah pemimpin yang memuliakan para alim ulama, tidak menjauh dari orang-orang miskin. Dalam kepemimpinan beliau, orang yang kuat tak bisa sekehendak melakukan kezaliman, dan orang yang lemah tidak khawatir akan keadilannya” (Al Khulafa ar Rasyidun: Ali bin Abi Thalib hal: 14-15).

Saat menjadi khalifah, keadilan benar-benar tersebar. Bahkan tak hanya kaum muslimin yang merasakan, orang-orang non muslim juga merasakan keadilan tersebut.

Pada saat Ali berada di Siffin, baju besi beliau diambil orang. Ternyata baju besi itu dibawa oleh seorang Nasrani. Lalu Ali mengajaknya mendatangi seorang hakim, untuk memutuskan kepemilikan baju besi tersebut. Hakim tersebut adalah utusan Ali untuk bertugas di daerah tersebut. Namanya Syuraih. Di hadapan sang hakim, orang Nasrani tetap tidak mengaku kalau baju besi itu milik Ali.

“Baju besi ini milikku. Amirul Mukminin sedang berdusta”.

Lalu Syuraih bertanya kepada Ali radhiyallahu’anhu, “Apakah Anda memiliki bukti ya Amirul Mukminin?”

Ali pun tertawa senang, melihat sikap objektif yang dilakukan hakim ,”Kamu benar ya Syuraih. Saya tidak ada bukti.” kata Khalifah Ali radhiyallahu’anhu.

Akhirnya hakim memutuskan baju besi tersebut milik orang Nasrani. Sidang pun usai. Setelah berjalan beberapa langkah, si Nasrani tadi berkata kepada Ali radhiyallahu’anhu:

“Aku menyaksikan bahwa hukum yang ditegakkan ini adalah hukumnya para nabi. Seorang Amirul Mukminin (penguasa kaum mukmin), membawaku ke hakim utusannya. Lalu hakim tersebut memenangkanku! Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dan baju besi ini, sejujurnya, milik Anda wahai amirul mukminin.” Lalu Ali meng-hibahkan baju tersebut untuknya (Tahdzib Bidayah wan Nihayah: 3: 281-282)

Wafat Beliau

Beliau memegang kekhalifahan selama empat tahun lebih beberapa bulan. Ali terbunuh pada malam Jum’at waktu sahur pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.
Di waktu subuh tahun 40 H, ketika beliau keluar untuk menunaikan shalat subuh di masjid Kufah, tiba-tiba seorang yang celaka bernama Abdurrahman bin Muljam Al Khariji menusuk beliau dengan pisau tajam dan beracun. Tepat di kening beliau yang senantiasa sujud kepada Allah. Ada yang mengatakan beliau wafat pada hari beliau ditikam, ada yang mengatakan pada hari Ahad tanggal 19 Ramadhan. Inna lillah wa inna ilaihi raji’un, semoga Allah meridhai beliau.