Cincin

 

Benda kecil yang biasa melingkar dijemari, biasa disebut cincin sudah menjadi trend masa kini. Hampir semua orang menghiasi jari mereka dengannya; tua, muda, pria, maupun wanita. Saking sempurnanya agama kita, perkara yang tergolong sepele inipun tak luput dari pembahasan syariat yang mulia ini. Lalu, bagaimana detail hal tersebut? Untuk mengetahui jawabnya, silahkan menikmati sedikit sajian kami berikut, selamat membaca!

 

Hukum Asal Memakai Cincin

 

Syaikh Yahya bin Musa Az Zahroni berkata:

 

الأَصْلُ فِي الْخَاتَمِ أَنَّهُ لَيْسَ سُنَّةً إِلاَّ لِمَنِ احْتَاجَ إِلَيْهِ ، كَمَا فَعَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه سلم ، فَمَنِ احْتَاجَ إِلى الْخَاتَمِ لِلضَّرُوْرَةِ فَهُوَ سُنَّةٌ ، وَمَنْ لَمْ يَحْتَجْ إِلَيْهِ فَهُوَ جَائِزٌ فِي حَقِّهِ

 

Hukum asal memakai cincin bukan sunnah, kecuali bagi orang yang membutuhkannya, sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka, barangsiapa memakai cincin karena suatu kebutuhan, hukumnya adalah sunnah, adapun bagi yang tidak membutuhkannya hukumnya adalah boleh.” [Min Ahkamil Khatam wa Adillatuhu, hal 2]

 

Hukum Memakai Cincin Emas

 

Memakai cincin emas hukumnya boleh bagi wanita, sedangkan bagi laki-laki hukumnya haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا

 

“Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para prianya.” [Shahih An Nasai, no. 5163]

 

Hukum Memakai Cincin Perak

 

  1. Bagi Wanita

 

Para ulama bersepakat akan bolehnya wanita memakai cincin dari perak. [Lihat: Mausu’ah Fiqhiyah]

 

  1. Bagi Laki-laki

 

Adapun bagi laki-laki, maka pendapat yang benar adalah boleh, bahkan sunnah bagi yang memang memerlukannya, seperti sulthan, raja, hakim dan semisalnya. Berdasarkan riwayat:

 

اتَّخَذَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ فَكَانَ فِى يَدِهِ ثُمَّ كَانَ فِى يَدِ أَبِى بَكْرٍ ثُمَّ كَانَ فِى يَدِ عُمَرَ ثُمَّ كَانَ فِى يَدِ عُثْمَانَ حَتَّى وَقَعَ مِنْهُ فِى بِئْرِ أَرِيسٍ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ

 

“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki cincin dari perak di tangan beliau, kemudian setelah beliau wafat, cincin tersebut berada di tangan Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman hingga terjatuh darinya di Sumur ‘Aris’ . Terpahat padanya: ‘Muhammad Rasulullah’.” [HR. Muslim, no.2091]

 

Hukum Memakai Cincin Besi

 

Adapun memakai cincin besi, maka hukumnya: haram, baik untuk laki-laki maupun perempuan, berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Aash, bahwasanya:

 

رَأَى عَلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَأَعْرَضَ عَنْهُ فَأَلْقَاهُ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ هَذَا شَرٌّ هَذَا حِلْيَةُ أَهْلِ النَّارِ فَأَلْقَاهُ فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ فَسَكَتَ عَنْهُ

 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat salah seorang shahabat memakai cincin dari emas, maka Nabi-pun berpaling darinya, lalu shahabat itu pun membuang cincin tersebut, lalu memakai cincin dari besi. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:Ini lebih buruk, ini adalah perhiasan Penduduk Neraka.’ Maka, shahabat itu pun membuang cincin besi dan memakai cincin perak. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendiamkannya.” [HR Ahmad (6518), dishahihkan Al Albani dalam Adabuz Zifaf, no. 145]

 

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa cincin besi merupakan perhiasan Penduduk Neraka, ini merupakan ‘illah (sebab) pengharaman penggunaan cincin besi. Dan kita ketahui, bahwasanya para Penghuni Neraka diikat dengan rantai dan belenggu, dimana biasanya terbuat dari besi. [Lihat: ‘Aunul Ma’buud (11/190]

 

Allah juga berfirman:

 

(( وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ ))

 

Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.” [QS. Al Haaj: 21]

 

Namun, jika cincin tersebut tidak terbuat dari besi murni, maka tidaklah mengapa. [Lihat: Fathul Baari (10/323)]

 

Cincin yang Terbuat dari Logam yang Bukan Besi

 

Hukumnya: boleh, karena tidak ada larangan atasnya. Namun, sebagian ulama juga meng-haram-kan cincin yang terbuat dari tembaga, karena tembaga merupakan perhiasan Penduduk Neraka. Allah berfirman,

 

(( فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ ))

 

“Maka, orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari Api Neraka.” [QS. Al Haaj: 19]

 

Sa’id bin Jubair menafsirkan pakaian dari api tersebut dengan: (نُحَاس), yang artinya: ‘tembaga yang dipanaskan’. [Tafsir Ibnu Katsir (5/406)]

 

Demikian juga firman Allah:

 

(( سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى ))

 

“Pakaian mereka adalah dari qathiraan.” [QS. Ibrahim: 50]

 

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menafsirkan (قَطِرَان): qathiraan dengan nuhaas (tembaga yang panas).  [Lihat, Tafsir Ibnu Katsir (4/522)]

Cincin Non-logam

 

Adapun cincin non-logam, seperti cincin batu, kayu, dll, maka diperbolehkan, karena tidak ada larangan memakainya. Dalam Kaidah Fiqhiyah dikatakan:

 

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ

 

“Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, sampai datang dalil yang menunjukkan atas keharamannya.” [Al Asybah wan-Nazha’ir (1/107)–Syamilah]

 

Ditangan mana, kanan ataukah kiri?

 

Memakai cincin di tangan sebelah kanan maupun kiri, keduanya sama-sama diperbolehkan. Imam Nawawi rahimahullah berkata:

 

وَأَمَّا الْحُكْمُ فِي الْمَسْأَلَةِ عَنْدَ الْفُقَهَاءِ ، فَأَجْمَعُوْا عَلَى جَوَازِ التَّخَتُّمِ فِي الْيَمِيْنِ ، وَعَلَى جَوَازِهِ فِي الْيَسَارِ ، وَلاَ كَرَاهَةَ فِي وَاحِدَةٍ مِنْهُماَ

 

“Adapun hukum dalam masalah ini, para ulama telah bersepakat atas bolehnya memakai cincin, baik di tangan sebelah kanan, maupun kiri. Dan, tidak dimakruhkan memakai di salah satu dari keduanya.” [Syarh An Nawawi (7/188)–Syamilah]

 

Mata Cincin di Sebelah Atas, Atau Bawah

 

Kebanyakan kita memakai cincin dengan mata cincin berada di atas. Namun, tahukah Anda, ternyata yang lebih afdhol, mata cincin seharusnya diletakkan di bagian bawah.

 

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan:

 

اتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ وَجَعَلَ فُصَّهُ مِمَّا يَلِي كَفَّهُ فَاتَّخَذَهُ النَّاسُ فَرَمَى بِهِ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ أَوْ فِضَّةٍ

 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memakai cincin dari emas, beliau menjadikan mata cincinnya bagian dalam ke arah telapak tangan, maka orang-orangpun memakai cincin. Lalu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuang cincin tersebut dan memakai cincin dari perak.” [HR. Al Bukhari, no.5865]

 

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

 

وَلَكِنَّ الْبَاطِنَ أَفْضَلُ اِقْتِدَاءً بِهِ صلى الله عليه وسلم ، وَلِأَنَّهُ أَصْوَنُ لِفُصِّهِ ، لِأَنَّ الْفُصَّ رُبَّمَا تُعْرَضُ لِلْكَسْرِ إِذاَ كَانَ فِي أَعْلَى الْيَدِ ، وَأَبْعَدُ لِصَاحِبِهِ عَنِ الزَّهْوِ وَالإِعْجاَبِ ، وَهَذا مُشَاهَدٌ مَعْرُوْفٌ ، فَبَعْضُ النَّاسِ تَرَاهُ كُلَّ لَحْظَةٍ وَهُوَ يَنْظُرُ فِي خَاتَمِهِ مُعْجَباً بَوَضْعِهِ فِي يَدِهِ ، مَعَ أَنَّ السُّنَّةَ خِلاَفُ ذَلِكَ ، وَالأَمْرُ عَكْسُهُ تَمَاماً

 

“Akan tetapi, meletakkan mata cincin di bawah lebih afdhal dalam rangka mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, selain agar lebih menjaga keawetan mata cincin, hal tersebut juga lebih menjauhkan pemakainya dari kesombongan, sebagaimana sudah makruf. Anda bisa melihat, hampir setiap saat sebagian manusia terus-terusan memandang cincin yang ia sematkan di jemarinya, bangga dengan cincin yang ia letakkan ditangannya. Padahal, yang sunnah adalah sebaliknya, tapi kenyataan malah belawanan.” [Syarh An Nawawi (14/69)]

 

Di jari mana cincin disematkan ?

 

Di jari manapun cincin disematkan, tidaklah mengapa, asalkan: jangan di jari tengah dan telunjuk, karena ada larangannya! Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu berkata:

 

نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْقَسِّيِّ ، وَالْمِيثَرَةِ الْحَمْرَاءِ ، وَأَنْ أَلْبَسَ خَاتَمِي فِي هَذِهِ وَفِي هَذِهِ ، وَأَشَارَ إِلَى السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarangku untuk menggunakan Al Qassiy (pakaian yang bahannya bercampur dengan sutera) dan Al Mitsarah Al Hamra` (kasur merah yang terbuat dari kain sutera), serta mengenakan cincin pada jari ini dan ini. Beliau mengisyaratkan pada telunjuk dan jari tengah.” [Shahih At Tirmidzi, no. 1786]

 

Di jari manakah yang paling afdhal ?

 

Yang paling afdhal adalah mengenakan cincin: di jari manis, sebagaimana diceritakan oleh shahabat Anas radhiyallahu ‘anhu:

 

صَنَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاتَمًا ، قَالَ : إِنَّا اتَّخَذْنَا خَاتَمًا ، وَنَقَشْنَا فِيهِ نَقْشًا ، فَلَا يَنْقُشَنَّ عَلَيْهِ أَحَدٌ ” قَالَ : فَإِنِّي لَأَرَى بَرِيقَهُ فِي خِنْصَرِهِ

 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membuat cincin, lalu beliau bersabda: ‘Sesungguhnya kami telah membuat cincin yang kami ukir dengan suatu tulisan, maka janganlah salah seorang dari kalian mengukir seperti itu!’ Anas melanjutkan: ‘Sungguh saya pernah melihat kilatan dari cincin tersebut berada di jari manis beliau.’.” [HR. Al Bukhari, no.5874]

 

Allahu a’lam bish-shawwab..

Oleh: Ibnu Ram 300913