Lahirnya Nabi Terakhir

Dunia saat itu mengalami masa-masa kegelapan. Karena setelah Nabi ‘Isa ‘alaihi wa sallam, tidak ada Nabi yang diutus ke bumi dalam waktu yang cukup lama. Inilah yang diistilahkan dengan masa ‘fatroh’ (masa kekosongan).

 

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَ لَا نَذِيرٍ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَ نَذِيرٌ وَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

 

“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami (maksudnya adalah Nabi Muhammad ), menjelaskan (syari’at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: “Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan.” Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Maidah; 19)

 

Ayat ini menjelaskan bahwa setelah Nabi ‘Isa ‘alaihi wa sallam, ada waktu yang sangat lama tidak ada seorang Rasul yang membimbing umat manusia ke jalan yang benar. Yang kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam.

 

Menurut salah satu riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, jarak antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad adalah 600 tahun. Dan sepertinya Ibnu Katsir juga cenderung memilih riwayat ini. Wallahu a’lam. (Kitab ‘Zadul Masir’, karya Ibnul Jauzi)

 

Kondisi Bangsa Arab Sebelum Diutuskan Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam

 

Bisa dibayangkan bagaimana kondisi umat manusia saat itu, terutama bangsa Arab. Dari sisi politik, keadaan bangsa Arab sangat ‘mengenaskan’. Masyarakat terbagi menjadi dua: penguasa dan rakyat. Para penguasanya memiliki semuanya, dan mereka melakukan apa saja yang mereka sukai. Sedangkan rakyatnya, di atas pundak mereka banyak kewajiban yang dibebankan, untuk kepentingan para penguasa. Rakyat dimanfaatkan dan dipekerjakan oleh para penguasa dengan semena-mena dan zhalim. Suku-suku yang ada di dalam Arab saling bertentangan dan bermusuhan. (Kitab ‘Ar-Rahiq Al-Makhtum’, karya syaikh Almubarakfury)

 

Dari sisi kehidupan keagamaan, bangsa Arab kebanyakannya adalah penyembah patung-patung berhala, terutama setelah ‘Amr bin Luhay pulang dari Syam membawa patung dari daerah Syam. Kemudian dia letakkan patung tersebut di dekat Ka’bah, dan mengajak bangsa Arab menyembahnya.

 

‘Amr bin Luhay adalah pemimpin suku Khuza’ah, dikenal sebagai orang yang baik, terhormat dan ‘alim. Suatu ketika dia pergi ke Syam, dan di sana melihat manusia menyembah patung-patung. Karena Syam dikenal sebagai tempat yang dahulu banyak para Nabi dan kitab-kitab samawi, maka ‘Amr bin Luhay mengira bahwa apa yang dilakukan manusia saat itu benar. Padahal, menyembah patung adalah perbuatan syirik, dan Allah ‘Azza wa jalla sangat membencinya.

 

Inilah kenapa bangsa Arab kebanyakannya menyembah berhala. Bentuk penyembahan berhala yang mereka lakukan beraneka ragam, misalnya: mengelilingi patung-patung tersebut, berdiam diri di sekitar patung beberapa waktu, sujud kepada patung, menyembelih binatang kurban untuk patung tersebut. (Kitab ‘Ar-Rahiq Al-Makhtum)

 

Pada saat yang seperti inilah, Allah ‘Azza wa jalla menghendaki munculnya sang Nabi terakhir yang membawa kebaikan untuk alam semesta, menyelamatkan umat manusia dari gelapnya kekafiran dan maksiat. Mensucikan jiwa-jiwa mereka dari akhlak yang rendah dan tercela.

 

Dia (Nabi Muhammad) adalah doa Nabi Ibrahim‘alaihimas salam yang dikabulkan Allah ‘Azza wa jalla. Karena Nabi Ibrahim pernah berdoa:

 

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿۱۲٧﴾ رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿۱۲٨﴾ رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿۱۲٩﴾

 

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

 

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

 

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 127-129)

 

 

Dia (Nabi Muhammad) adalah ‘kabar gembira’ dari Nabi Isa ‘alaihimas salam. Seperti yang Allah Subhanahu wa ta’ala abadikan di dalam firman Nya:

 

وَ إِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَ مُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ

 

“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.” (Ash-Shaff: 6)

 

Hari Senin

 

Hari kelahiran Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam adalah Senin. Beliau pernah ditanya tentang kebiasaannya puasa sunnah di hari Senin, lalu bersabda:

 

ذَاكَ يَوْمَ وُلِدتُ فِيْهِ

 

“Itu adalah hari di mana aku dilahirkan…” (HR. Muslim)

 

Bulan Rabi’ul Awwal

 

Sedangkan bulan kelahiran Nabi adalah Rabi’iul Awwal, yaitu bulan ke tiga yang ada di tahun Hijriyah.

 

Ada beberapa pendapat ahli sejarah berkaitan dengan tanggalnya. Ada yang mengatakan tanggal 8 Rabi’ul Awwal. Pendapat ini diriwayatkan Imam Malik dan selainnya dengan sanad shahih dari Muhammad Bin Jubair Bin Muth’im, dia adalah seorang tabi’in yang mulia. Mungkin karena inilah para ahli sejarah membenarkan pendapat ini. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat tanggal 12 Rabi’ul Awwal. [Kitab ‘Syarh Al-Urjuzah Al-Mi iyyah Fi Dzikri Hali Asyrafil Bariyyah, karya syaikh ‘Abdurrazzaq Bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr]

 

Tahun ‘Gajah’

 

Adapun tahun kelahiran Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam, disebut dengan ‘tahun gajah’. Yaitu ketika ada pasukan yang mengendarai gajah menyerang Ka’bah. Yang pada akhirnya Allah menghancurkan mereka semua. Pada tahun inilah Nabi Muhammad lahir.

 

Imam Ibrahim bin Mundzir rohimahullah menyatakan adanya kesepakatan ulama tentang hal ini. (Kitab ‘Al-Fushul fi Siratir Rasul, karya Imam Ibnu Katsir, halaman 53).

 

Tentang ‘pasukan bergajah’ yang menyerang Ka’bah, Allah Subhanahu wa ta’ala  abadikan di dalam surat Al-Fil. Allah berfirman:

 

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ ﴿۱﴾ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ ﴿۲﴾ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ ﴿٣﴾ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ ﴿٤﴾ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ ﴿٥﴾

 

 

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (Al-Fil: 1-5)

 

Raja Abrahah

 

Pasukan ini dipimpin oleh seorang raja Nasrani yang bernama ‘Abrahah’. Dia membangun sebuah gereja yang sangat megah, bahkan paling megah di dunia saat itu. Dan dia ingin orang-orang Arab tidak lagi mengunjungi Ka’bah, akan tetapi mengunjungi gerejanya.

 

Kenapa raja Abrahah Ingin Menghancurkan Ka’bah?

 

Suatu hari, ada seorang dari Arab yang datang ke gereja buatan raja Abrahah, lalu dia ‘buang air’ di situ. Lalu keluar dan kembali ke daerahnya. Hingga, kabar tentang hal ini sampai ke telinga raja Abrahah. Dan menyebabkannya marah. Dan dia bersumpah akan menghancurkan Ka’bah. Suatu hari dia mengirim seseorang ke suku Kinanah mengajak mereka supaya mengunjungi gerejanya, akan tetapi orang-orang dari suku Kinanah membunuh utusan raja Abrahah ini. Maka hal ini semakin membuat raja Abrahah marah besar, dan memerintahkan rakyat Habasyah supaya menyiapkan pasukan gajah untuk menghancurkan Ka’bah.

 

Ketika mendekati Mekah, gajah-gajah tersebut tiba-tiba duduk dan tidak ingin melanjutkan perjalanannya. Setiap kali gajah-gajah tersebut diarahkan kembali pulang, ke Syam, tiba-tiba berdiri dan bersiap-siap untuk melangkah. Namun, setiap kali diarahkan ke Mekah, tiba-tiba duduk dan tidak mau berjalan.

 

Di saat seperti itu, Allah mengirim burung-burung yang sangat banyak. Dan setiap burung membawa tiga batu. Dua batu digenggam dua cakarnya dan satu batu ada di mulutnya. Dan pasukan raja Abrahah yang ditimpa batu tersebut binasa. Namun, tidak semua tertimpa batu, karena sebagian dari mereka lari, kembali pulang.

 

Sedangkan raja Abrahah, tubuhnya tertimpa batu yang dibawa burung tersebut, dan pasukan yang selamat membawanya pulang. Akan tetapi, di perjalanan pulang, tubuh raja Abrahah terputus-putus dan jatuh satu per satu hingga akhirnya mati. (Tafsir Al-Qurthubi)

 

Inilah peristiwa besar yang mengiringi lahirnya sang Nabi terakhir, shollallahu alaihi wa sallam.

 

Kelahiran Nabi Muhammad juga telah dilihat ibundanya yang bernama Aminah, begitu juga ibunda para Nabi yang lain.

 

Nabi bersabda:

 

وَ رُؤْيَا أُمِّي الَّتِي رَأَتْ، وَ كَذَلِكَ أُمَّهَاتُ النَّبِيِّينَ تَرَيْنَ

 

“…aku adalah mimpi ibuku yang dia lihat di dalam mimpinya, begitu juga ibunya para Nabi yang lainnya melihat (mimpi tersebut).” (HR. Ahmad (17150))

 

Ya Allah, kami mohon kepada-Mu  iman yang tidak berbalik arah, nikmat yang tidak sirna, dan bisa menemani Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam di surga yang abadi.