Nasehat Untuk Yang Shalatnya Cepat

[A] – Tergesa-gesa Adalah Salah Satu Sifat yang Tidak Baik

Allah Ta‘ala berfirman:

(( خُلِقَ اْلإِنسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُورِيكُمْ ءَايَاتِي فَلاَ تَسْتَعْجِلُونَ ))

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka, janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera!” [QS. Al Anbiyaa’: 37]

Betapa banyak urusan duniawi terbengkalai karena sifat ini, betapa sering kecelakaan di jalan raya sebabnya adalah tergesa-gesa, betapa banyak tugas yang tidak terselesaikan lantaran tergesa-gesa dan masih banyak lagi dari urusan-urusan duniawi lainnya yang terbengkalai.

Jika kita mengakui betapa besar kerugian yang menimpa orang yang tergesa-gesa dalam urusan duniawi, maka bagaimana sekiranya dia tergesa-gesa dalam melaksanakan urusan-urusan agamanya, seperti shalat?

Tentu lebih besar kerugian yang dia dapatkan. Dia memang shalat, hanya saja dia shalat dengan cepat dan tergesa-gesa.

[B]- Perintah untuk Mengulangi Shalatnya

Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu:

“Suatu hari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam masuk masjid. Lalu, seseorang masuk masjid dan shalat, kemudian mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lantas mengucapkan salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab salamnya, lalu bersabda,  ‘Kembali dan shalatah, karena sesugguhnya kamu belum shalat!’

Lalu, orang tadi kembali dan shalat sebagaimana sebelumnya, kemudian kembali kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, ‘Alaikassalam.’

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Kembalilah dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat!’

Hingga orang tadi melakukannya tiga kali, lalu berkata: ‘Demi (Allah) yang mengutusmu dengan (membawa) kebenaran, aku tidak bisa shalat yang lebih baik dari ini, maka dari itu ajari aku!’

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah; kemudian baca surat dari Al Qur-an yang mudah yang kamu hafal; kemudian ruku’-lah, hingga kamu tenang dalam posisi ruku’; kemudian angkat (kepalamu), hingga kamu tenang dalam posisi berdiri; kemudian sujud-lah, hingga kamu tenang dalam posisi sujud; kemudian duduklah, hingga kamu tenang dalam posisi duduk; kemudian lakukan seperti ini dalam shalatmu semuanya.’.”[HR. Abu Dawud, no. 856]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, At Tirmidzy dan An Nasaa-i.

Dalam kitab Aunul Ma’bud penjabaran dari Kitab Sunan Abu Dawud halaman 426 disebutkan:

“Dengan hadits ini diambil satu dalil akan wajibnya ‘tuma’ninah’ (tenang) pada semua rukun shalat dan dengan (pendapat) inilah jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat.”

Bahkan, dalam Kitab At Taqrib, salah satu kitab fiqh yang terkenal di kalangan ‘Syafi’iyyah’ disebutkan:

“Dan rukun-rukun shalat ada 18 rukun, (yaitu): (1) Niat; (2) Berdiri, jika mampu; (3) Takbiratul ihram; (4) Membaca Al Fatihah dan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ termasuk ayat dari Surat Al Fatihah; (5) Ruku’; (6) Tuma’ninah (tenang) saat ruku’; (7) Mengangkat kepala setelah ruku’ dan i’tidal; (8) Tuma’ninah  saat i’tidal; (9) Sujud; (10) Tuma’ninah saat sujud; (11) Duduk antara dua sujud; (13) Tuma’ninah saat duduk antara dua sujud; (14) Duduk terakhir; (15) Tasyahhud dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat duduk terakhir; (16) Salam yang pertama; (17) Niat keluar dari shalat; (18) Tertib (urut) dalam melaksanakan seluruh rukun, sebagaimana yang telah disebutkan.”

[C] -Shalat Cepat Adalah Shalatnya Orang Munafik

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Itu adalah shalatnya orang munafik, ia duduk-duduk mengintai matahari, hingga ketika matahari berada di atas dua tanduk setan dia berdiri shalat dan melakukannya dengan cepat sebanyak 4 rakaat, tidak mengingat Allah di dalamnya, kecuali sedikit sekali.” [HR. Muslim]

[D] – Shalat Cepat Mengakibatkan Tidak Khusyu’

Sebagian para ulama terdahulu menjelaskan, bahwa khusyu’ dalam shalat artinya (اَلسُّكُنُ فِيْهَا) ‘as sukunu fihaa’, yaitu tenang di dalam shalat. Khusyu’ tidak hanya dalam hati, tapi juga di badan. Maka orang yang khusyu’, adalah ‘orang yang tenang hati dan anggota badannya ketika shalat’. Dengan kata lain, orang yang khusyu’ adalah ‘orang yang mampu menghadirkan hatinya ketika shalat’. Yang dengan hadirnya hati, maka anggota badanpun tenang. [Taudhihul Ahkam (1/453)]

Tentu orang yang cepat shalatnya tidak bisa meraih kekhusyu’an, sebagaimana mereka yang mendambakan Surga Firdaus. Karena khusyu’ ternyata identik dengan ketenangan. Bahkan, khusyu’ adalah ruh-nya shalat.

Dalam Kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin disebutkan:

“Shalat tanpa khusyu’ dan tanpa hadirnya hati (konsentrasi), seperti tubuh yang telah menjadi mayat, tidak ada ruh di dalamnya.”

[E] -Shalat Cepat Menggambarkan Tidak Beradab di Hadapan Allah

Perlu diketahui, bahwa orang yang shalat pada hakekatnya dia sedang berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ketika salah seorang diantara kamu shalat, sesungguhnya dia sedang bermunajat dengan Rabbnya, atau Rabbnya diantara dirinya dan kiblat…” [HR. Al Bukhari, Kitabush Shalah, Bulughul Maram, no. 193]

Jika di hadapan orang yang kita hormati saja kita menjaga kesopanan dan ketenangan dalam ucapan maupun perbuatan, maka di hadapan Allah lebih pantas untuk tenang dalam ucapan maupun gerakan. Karena yang seperti ini menunjukkan adab dan hormat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, semua perbuatan yang menunjukkan ketidakhormatan saat shalat terlarang.

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, beliau berkata:

أَنَّهُ – صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiran (tangan diletakkan di pinggang).” [HR. Al Bukhari dan Muslim]

Para ulama mengatakan, bahwa perbuatan seperti ini dilarang, karena di dalamnya terdapat unsur kesombongan dan juga menyerupai orang Yahudi. Sedangkan ketika shalat, kita menghadap kepada Allah Yang Maha Mulia, sehingga kita dilarang berlagak sombong di hadapan-Nya. Sehingga kita mengetahui, bahwa ketika shalat, wajib menampakkan ketundukan dan kerendahan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. [Taudhihul Ahkam (1/455)]

Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya, apa makna sedekap ketika shalat?

Beliau rahimahullah menjawab:

ذِلٌّ بَيْنَ يَدَيِّ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ

“Merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Perkasa.” [Kitab Mawa’izh Al Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 55]

[F] – Shalat Cepat Mengakibatkan Tidak Bisa Memahami Bacaan Shalat Serta Menghayatinya

Memahami bacaan shalat, baik surat, doa, maupun dzikir yang dibaca ketika shalat merupakan perkara yang membantu untuk khusyu’ dalam shalat. Orang yang cepat shalatnya dapat dipastikan tidak bisa memahami dan menghayati bacaan shalat. Dan tidak memahami bacaan shalat termasuk salah satu bentuk shalatnya orang munafik. Allah Ta’ala berfirman:

(( إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَاقَامُوا إِلَى الصَّلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَآءُونَ النَّاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إِلاَّ قَلِيلاً ))

“Dan apabila mereka (orang-orang munafik) berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah, kecuali sedikit sekali.” [QS. An Nisaa, 142]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

“Maksudnya, mereka tidak khusyu’ dalam shalatnya, tidak memahami apa yang mereka ucapkan (dari bacaan-bacaan shalat), bahkan mereka lalai dalam shalatnya serta tidak serius. Dan mereka berpaling (tidak berminat) terhadap kebaikan yang dijanjikan kepada mereka.”

[G] – Alasan Orang yang Shalatnya Cepat dan Jawaban Untuk Mereka

Diantara alasan orang yang shalatnya cepat adalah agar konsentrasi dan tidak memikirkan sesuatu di dalam shalat. Mereka menyamakan orang yang shalat dengan orang yang naik sepeda? Laa haula walaa quwwata illaa billaah…

Kita mengetahui, bahwa orang yang naik sepeda dengan cepat, niscaya sampai pada tempat tujuan dengan lebih cepat, sedangkan orang yang naik sepeda dengan perlahan, atau pelan tidak sampai ke tempat tujuan dengan segera, karena seringnya dia melihat ke kanan dan ke kiri. Inikah alasan mereka?

Kita katakan, bahwa orang yang shalat cepat (tergesa-gesa) tidak mungkin bisa konsentrasi. Karena konsentrasi yang dimaksud adalah seseorang bisa mengingat Allah saat shalat, mengingat mati dan memahami, serta menghayati bacaan shalat. Konsentrasi itu bukanlah mengosongkan pikiran, karena tidak mungkin ada yang bisa mengosongkan pikiran, kecuali orang yang telah hilang akalnya.

Suatu kesalahan yang sangat fatal berdalil dengan akal, atau logika semata untuk urusan agama, terlebih lagi menyangkut Rukun Islam ke-dua, yaitu shalat. Seharusnya orang yang beriman itu berdalil dengan menggunakan firman Allah, maupun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan, bahwa wajib tenang dalam shalat.

Perlu diketahui, yang pertama kali menggunakan logika untuk melawan dalil dari Allah adalah Iblis. Yaitu, ketika dia diperintah Allah untuk sujud penghormatan kepada Adam, ia menolak seraya mengatakan, “Aku lebih baik dari-nya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah.”

Lihatlah! Iblis menggunakan logika, padahal firman Allah ada di depan mata. Yang pada akhirnya dia (Iblis) rusak logikanya. Karena, bukankah tanah lebih baik dari api? Betapa banyak tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Belum lagi, jika kita menggali kekayaan alam yang ada di dalam tanah. Bukankah kita semua berpijak di atas tanah?

Seandainya logika mereka diterima. Kita katakana, bahwa orang yang mengendarai sepeda dengan cepat beresiko tinggi kecelakaan di jalan. Sebagaimana juga orang yang cepat shalatnya, celaka di dalam shalatnya. Karena menurut Ibnu Katsir rahimahullah salah satu gambaran orang yang celaka dalam shalatnya yang disebutkan dalam Surat Al Ma’un adalah yang shalat, akan tetapi tidak mengerjakan rukun-rukun shalat. Salah satu rukun shalat adalah tuma’ninah (tenang dalam ruku’, i’tidal, sujud, dll).

Ada alasan lain yang diutarakan orang yang shalatnya cepat, yaitu hadits shahih tentang shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh. Disebutkan dalam hadits, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakannya dua rakaat dengan ringan. Shalat ringan yang dimaksud bukanlah shalat yang cepat. Shalat yang ringan yang dimaksud adalah shalat dengan tidak panjang, membaca surat yang pendek. Oleh karena itu, dalam riwayat disebutkan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada rakaat pertama membaca Al Kafirun dan pada rakaat ke-dua membaca Surat Al Ikhlash. Dan perlu diketahui, ringannya shalat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak sama dengan ringannya shalat kita.

| Wallahu a’lam bish-shawab

| Oleh: Fajri N.S.

Donwload PDF