PAHLAWAN TANPA TANDA JASA

PAHLAWAN TANPA TANDA JASA

“Pahlawan tanpa tanda jasa”. Ungkapan yang tersemat untuk para pendidik genarasi penerus bangsa ini agaknya menarik untuk kita bahas pada edisi kali ini. Maka dengan memohon pertolongan Allah kami sedikit menyajikan pembahasan ilmiyah berkaitan dengan tema guru.

HAKEKAT GURU ADALAH PENDIDIK

Guru bukanlah sekedar pekerja biasa masuk pagi pulang sore. Lebih dari itu guru merupakan seorang mursyid (pembimbing), musyajji’ (motivator), mudarrib (pelatih) sekaligus orang tua yang seharusnya bisa mempengaruhi akhlak dan perangai peserta didik kepada arah yang lebih baik. Tugas guru tidak hanya transfer ilmu, namun yang paling utama adalah transfer nilai-nilai positif yang sejalan dengan syari’at kita. Seorang guru harus menjadi seorang pendidik robbani sebagaimana perintah Allah

كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” [QS. Al-Imran : 79]

SIAPAKAH ALIM ROBBANI ?

Menurut Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,

 “Alim robbani adalah guru/pendidik” [Lawami’ al anwar albahiyyah 1/62 –syamilah-]

Lantas guru yang bagaimana ? Ibnu Abbas kembali menerangkan

 “Yaitu seorang guru yang mau mengajari manusia ilmu dari hal-hal yang kecil sebelum hal-hal yang besar.” [Syarh ‘uddah 16/52 –syamilah-]

Imam Ibnul A’robi menambahkan :

لاَ يُقَالُ لِلْعَالِمِ رَبَّانِي حَتَّى يَكُوْنَ عَالِماً مُعَلِّماً عَامِلاً

“Tidak disebut sebagai pendidik yang Robbani hingga ia menjadi orang yang berilmu, mau mengajarkan ilmunya sekaligus mengamalkan ilmunya tadi.” [fatkhul bari 1/162 –syamilah-]

KEUTAMAAN MENJADI PENDIDIK

Seorang pendidik memiliki keutamaan yang sangat banyak diantaranya:

a.       Derajatnya lebih tinggi dari manusia biasa, Allah ta’ala bertanya,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“… Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’…” [QS. Az-Zumar: 9]

Jawabannya jelas tidaklah sama, orang yang berilmu pasti lebih mulia. Bahkan derajat mereka lebih tinggi sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

 

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ [QS. Al Mujadilah : 11]

b.       Pahala kebaikan murid karena ajaran guru ditransfer kepada sang guru. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” [HR. Muslim, no. 1893]

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

“Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” [HR. Muslim no. 1017]

c.       Bahkan bila yang diajarkan adalah Al-Qur’an, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa ia adalah manusia yang paling baik, Beliau bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya.” [HR. Bukhari, no. 5027]

KEWAJIBAN MEMULIAKAN GURU

Memuliakan guru adalah sebuah kewajiban yang disyari’atkan kepada kita. Saking pentingnya kewajiban ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يجل كَبِيْرَناَ وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفُ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

“Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menghormati yang tua, tidak menyanyangi yang kecil dan tidak mengenal hak orang alim.” [Shohih jami’, no. 5443]

BAGAIMANA SALAFUL UMMAH DALAM MEMULIAKAN GURU ?

a.       Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,

كُنَّا جُلُوسًا فِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَجَلَسَ إلَيْنَا وَلَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوسِنَا الطَّيْرَ , لاَ يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara.” [Musnaf Ibni Abi syaibah 12/64 –syamilah-]

b.       Ibnu Abbas adalah orang sahabat yang mulia, ahli tafsirnya para sahabat sekaligus termasuk ahli bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun bersama kemuliaan beliau tersebut beliau adalah orang yang sangat memuliakan guru. Imam Sya’bi bercerita

“Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan kemuliaan dan kedudukannya yang agung, beliau mengambil tali kekang unta Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu seraya berkata: “Demikianlah kita diperintah untuk berbuat baik kepada ulama.” [al musu’ah fiqhiyah al kuwaitiyah 29/87 –syamilah-]

c.       Imam Ahmad berkata,

صَلَيْتُ صَلاَةً مُنْذُ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً إِلاَّ وَأَنَا أَدْعُوْ لِلشَّافِعِي رَحِمَهُ اللهُ تعالى

“Tidaklah aku sholat selama 40tahun ini melainkan pasti aku mendo’akan kebaikan untuk imam Syafi’i rohimahullah” [ihya’ 1/54 – syamilah-]

d.       Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,

وَاللَّهِ مَا اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ

“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepada beliau”. [al majmu 1/36 – syamilah-]

e.       Imam As Syafi’i berkata,

 

كُنْتُ أَصْفَحُ الْوَرَقَةَ بَيْنَ يَدَيْ مَالِكٍ صَفْحًا رَفِيْقًا هَيْبَةً لَهُ لِئَلاَّ يَسْمَعُ وَقْعِهَا

“Dulu aku membolak balikkan kertas  di depan  Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”. [al majmu 1/36 – syamilah-]

 

ADAB MENJADI GURU

Mengajar adalah profesi yang mulia, dalam hal keutamaan mengajar tidak dapat disamai oleh profesi lain apapun itu. Maka hendaklah seorang pengajar yang baik, meneladani cara mengajar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam mengajar, karena Beliau adalah pengajar yang paling baik sebagaimana persaksian sahabat Mu’awiyah bin Hakam,

مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ

“Aku tidak akan melihat seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik darinya”. [HR Muslim no. 836]

Adapun diantara karakter penting seorang pengajar adalah:

1.       Niat tulus mengharap ridha Allah, kecintaan dan pahala dari-Nya dalam menjalani profesi yang ia tekuni. Karena niat yang tulus akan menghantarkan kecintaan Allah kepadanya, bila Allah cinta kepadanya maka makhluk Allah pun akan mencintainya sehingga apa yang akan ia ajarkan akan lebih mudah diterima. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Jika Allah Tabaraka wa Ta’ala mencintai seorang hamba, maka Allah Ta’ala memanggil Jibril : “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan maka cintailah fulan”, maka Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril menyeru di langit: “Sesungguhnya Allah telah mencintai si fulan maka cintailah kalian fulan”, maka  penduduk langitpun mencintainya dan diletakkan baginya penerimaan di tengah-tengah penduduk bumi.” [HR. Bukhari, no.9404]

2.       Menguasai disiplin ilmu yang ia ajarkan. Seorang guru memikul sebuah amanah ilmiyah, jika amanah ini ia sampaikan dengan baik maka akan menjadi pahala jariyah (pahala yang terus mengalir) namun bila tidak ia kuasai sehingga ia mengajarkan sebuah kesalahan maka jelaslah kehancuran yang akan terjadi. Kesalahan yang ia ajarkan tadi akan terpatri pada diri peserta didik susah untuk hilang, bahkan bila yang ia ajarkan adalah dosa dan kesesatan maka bisa berpotensi menjadi dosa jariyah (dosa yang terus mengalir). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barang siapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahal seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang menyeru kepada sebuah kesesatan maka atasnya dosa  seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.” [HR. Muslim, no.2674]

3.       Berakhlak/budi pekerti mulia dan terpuji. Karakter yang satu ini sangatlah penting, mengingat seorang guru adalah sebuah figur yang pasti akan ditiru oleh murid-muridnya, guru ibarat pohon yang akan menghasilkan buah. Baik tidaknya buah yang dihasilkan tergantung bagaimana kualitas akhlak pohon tersebut. Lihatlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam gurunya para guru yang harus kita contoh. Akhlak beliau sangat mulia dan terpuji, sebagaimana yang Allah firmankan:

 “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” [QS. al-Qalam:4]

 

4.       Sabar dan tidak mudah putus asa dalam mengajari. Hal ini penting karena kemampuan peserta didik berbeda-beda ada yang cepat paham ada yang agak lambat. Namun yakinlah pasti semuanya bisa memahami apa yang diajarkan. Lihatlah kesabaran Imam Syafi’i dalam mengajari salah satu murid beliau, Imam Al Qoffal bercerita”

كَانَ الرَّبِيْعُ بَطِئَ الْفَهْمِ ، فَكَرَّرَ الشَّافِعِي عَلَيْهِ مَسْأَلَةً وَاحِدَةً أَرْبَعِيْنَ مَرَّةً ، فَلَمْ يَفْهَمْ ، وَقَامَ مِنَ الْمَجْلِسِ حَيَاءً ، فَدَعَاهُ الشَّافِعِي فِيْ خُلْوَةٍ ، وَكَرَّرَ عَلَيْهِ حَتَّى فَهِمَ.

“Dahulu Robi’ (salah satu murid imam Syafi’i) adalah orang yang lambat dalam memahami pelajaran, bahkan imam Syafi’i telah mengulangi satu permasalahan untuknya sebanya 40 kali namun ia masih belum faham, sehingga ia (Robi) pun pergi meninggalkan majlis karena malu. Lalu imam Syafi’i pun memanggilnya sendirian, kemudian beliau mengulang-ulang kembali pelajaran untuknya sampai ia paham.” [Thobaqot as syafi’iah al kubro 2/134 –syamilah-]

5.       Rajin mendoakan kebaikan untuk peserta didik . Doa seorang guru adalah salah satu wujud cinta kasih seorang guru yang selayaknya tidak kita abaikan. Lihatlah guru terbaik sepanjang masa teladan para guru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau sering sekali mendoakan kebaikan untuk para murid beliau (sahabat). Sebagai contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendoakan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu:

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

“Ya Allah, fahamkanlah dia perkara agama dan ajarkanlah tafsir Al Quran.” [shohih ibnu Hibban, no.7055]

Maka marilah wahai para pendidik kita biasakan tulus dalam mengajar, dengan tetap terus belajar agar ilmu yang telah kita kuasai bertambah kokoh, menghiasi diri dengan akhlak mulia, tidak mudah putus asa bila mendapatkan kesulitan dalam mengajar dan janganlah kita bakhil (pelit) dalam mendoakan kebaikan untuk anak didik kita. Semoga yang sedikit ini bermanfaat untuk punulis khususnya dan untuk para pembaca umumnya. Dan semoga Allah senantiasa mengampuni ,merahmati dan menjaga guru-guru kita aamiin,

Allahu a’lam bishowwab

Ibnu ram 101017