Tiga Akhlak Mulia Nabi Di Dalam Satu Ayat

Tiga Akhlak Mulia Nabi Di Dalam Satu Ayat

  

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah : 128)

Ayat yang Membahas Akhlak Nabi Muhammad

Ayat ini menggambarkan kesempurnaan akhlak Nabi ﷺ. Sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh Jabir Al-Jazairi di dalam kitab ‘Aisarut Tafasir’:

بَيَانُ كَمَالِ أَخْلاَقِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Ayat ini berisi penjelasan tentang sempurnanya akhlak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Nabi Muhammad ﷺ adalah anugerah bagi orang-orang beriman dan rahmat bagi semesta alam. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir ketika membuka tafsir ayat ini:

يَقُولُ تَعَالَى مُمْتَنًّا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ

“Allah Ta’ala berfirman, dengan menampakkan anugerah Nya yang berupa diutusnya seorang Rasul kepada mereka, dari golongan mereka sendiri.”

Orang-orang Musyrik Mekah Sangat Mengenal Kemuliaan Akhlak Nabi

 Orang-orang musyrik mulai membenci Nabi ketika diajak hanya menyembah Allah dan meninggalkan berhala; mereka ini sebenarnya sangat mengenal Nabi. Mereka mengetahui bagaimana akhlak mulia Nabi. Mereka sangat paham bahwa Nabi orang yang jujur. Nabi bisa dipercaya, dan bukan tipe orang yang ‘haus’ kekuasaan.

Hal ini ditunjukkan firman Allah:

رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ

“… Rasul dari kaummu sendiri …”

Ada ulama ahli tafsir yang mengatakan, maknanya adalah Nabi Muhammad ﷺ itu termasuk orang yang sangat kalian kenal. Ada juga ulama yang mengatakan, maksudnya adalah Nabi Muhammad ﷺ berasal dari jenis yang sama dengan kalian, yaitu sama-sama manusia.

Syaikh As-Sa’di menjelaskan, hikmahnya adalah semua manusia sanggup meneladani dan mencontoh Nabi Muhammad ﷺ . Karena Nabi Muhammad ﷺ juga berasal dari jenis manusia. Bukan malaikat ataupun jin.

Nabi Mendapat Kehormatan Memasang Hajar Aswad

 Ada peristiwa penting sebelum Nabi Muhammad ﷺ diperintah Allah menjadi seorang Rasul. Tepatnya di usia 35 tahun. Yaitu ketika orang-orang musyrik Mekah merenovasi Ka’bah. Di situ nampak sekali bagaimana orang-orang musyrik Mekah sangat menghormati Nabi.

Imam Ibnu Katsir di dalam kitabnya ‘Al-Fushul Fi Siratir Rasul’ menceritakan:

Ketika Nabi Muhammad ﷺ memasuki usia ke 35, orang-orang musyrik Mekah merenovasi Ka’bah. Setelah beberapa saat, proses renovasi hampir selesai. Hanya tersisa satu pekerjaan yang sangat penting, yang semua menginginkannya, yaitu memasang ‘hajar aswad’.

Mereka berselisih, siapa yang memasangnya. Mereka semua menginginkannya, karena mereka sangat menghormati Ka’bah dan Hajar Aswad. Karena hal itu akhirnya mereka menyepakati, bahwa yang memasangnya adalah ‘seseorang’ yang lewat di sini.

Setelah menunggu beberapa saat, ternyata yang lewat ketika itu adalah Nabi Muhammad ﷺ. Spontan mereka mengatakan:

جَاءَ الأَمِيْنُ

“Telah datang orang yang sangat bisa dipercaya.”

Setelah mendengar penjelasan mereka, Nabi Muhammad ﷺ tidak langsung memasang hajar aswad. Ketika itu terlihat sekali kebijaksanaannya. Di mana beliau meminta diambilkan kain besar, kemudian hajar aswad diletakkan di atasnya, dan semua perwakilan dari masing-masing kabilah bersama-sama mengangkat dan Nabi mengambil hajar aswad dari kain tersebut, lalu memasangnya di Ka’bah.

Nabi Muhammad Sangat Sedih Jika Ada Umatnya yang Kesusahan

 Allah berfirman:

عَزِيْزٌ عَلَيْه مَا عَنِتُّم

“Terasa berat olehnya penderitaanmu …”

Perasaan Nabi Muhammad ﷺ sangat halus. Akan tetapi bukan sekedar perasaan halus. Lebih dari itu perasaan yang dibarengi ilmu yang lurus. Ketika ada yang menolak ajakannya untuk beriman kepada Allah dan akherat, Nabi sangat sedih. Bukan karena merasa ‘gagal’ dalam berdakwah, akan tetapi karena Nabi mengetahui bahwa dengan sebab kekafiran, seseorang akan mendapatkan kesusahan, baik di dunia, terlebih lagi di akherat.

Berkaitan dengan makna penggalan ayat di atas, Ibnul Jauzi di dalam kitab ‘Zadul Masir’, mengatakan bahwa ada dua pendapat ulama ahli tafsir:

Pertama, hal-hal yang membuat susah umatnya, juga membuat susah Nabi Muhammad ﷺ .

Kedua, penolakan dakwah dari orang-orang yang diajak beriman, membuat Nabi ﷺ sedih.

Oleh karena itu selain sangat gigih dalam berdakwah, Nabi Muhammad ﷺ juga dikenal sangat senang membantu fakir miskin. Nabi dikenal sangat dermawan. Perumpamaan kedermawanan Nabi seperti angin yang berhembus ke segala arah. Hingga ada yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang suka memberi dan tidak takut miskin.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:

“Nabi adalah orang yang paling dermawan. Dan paling dermawannya Nabi adalah ketika di bulan Ramadhan.”

Bahkan ketika ada yang meminta kepada Nabi sesuatu, dan saat itu Nabi tidak punya apa-apa, maka Nabi mengatakan kepadanya:

“Aku (saat ini) tidak punya sesuatu yang bisa diberikan. Beli-lah sesuatu atas nama aku. Jika ada uang, aku akan membayarnya.” (Riwayat Tirmidzi, di dalam kitab ‘Asy-Syamail’)

Ajaran Agam Islam Tidak Menyusahkan Umatnya

 Menurut Imam Ibnu Katsir, berdasarkan firman Allah: “Terasa berat olehnya penderitaanmu”,  bisa diambil kesimpulan bahwa ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad tidak ada yang menyusahkan umatnya.

Ibnu Katsir mengatakan:

وَشَرِيعَتَهُ كُلَّهَا سَهْلَةٌ سَمْحَةٌ كَامِلَةٌ، يَسِيرَةٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهَا اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ

“Ajaran Islam seluruhnya mudah, lapang dan sempurna. Mudah bagi siapa saja yang diberi kemudahan oleh Allah ta’ala.”

Nabi Muhammad Bahagia Ketika Umatnya Bahagia

 Salah satu sifat yang menggambarkan ketulusan Nabi adalah merasa senang ketika umatnya senang. Allah berfirman:

حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ

“Sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu …”

Disebutkan di dalam kitab ‘Tafsir Jalalain’, makna ayat ini adalah Nabi Muhammad sangat menginginkan kita semua mendapatkan hidayah.

Adapun menurut Imam Ibnu Katsir, makna ayat ini luas, mencakup kebaikan dunia maupun akherat. Imam Ibnu Katsir mengatakan:

أَيْ: عَلَى هِدَايَتِكُمْ وَوُصُولِ النَّفْعِ الدُّنْيَوِيِّ وَالْأُخْرَوِيِّ إِلَيْكُمْ

“Maksudnya adalah Nabi sangat menginginkan kalian mendapat hidayah dan sangat menginginkan kebaikan dunia dan akherat sampai pada kalian.”

Hal ini dibuktikan dengan usaha keras Nabi dalam berdakwah, yang tidak mengenal lelah, seberat apapun rintangan dan hambatannya. Setelah pamannya yang bernama Abu Thalib meninggal, orang-orang musyrik semakin berani kepada Nabi Muhammad  ﷺ. Sehingga dakwah di dalam Mekah mengalami hambatan. Hingga akhirnya Nabi mencoba berdakwah di luar Mekah. Salah satunya ada berdakwah di daerah yang bernama Tha-if.

Ketika Nabi dakwah ke daerah Tha-if, Nabi mengalami cobaan yang sangat berat. Karena penduduk Tha-if bukan hanya menolak dakwah. Akan tetapi mereka juga menyakiti Nabi. Mereka semua, dari yang tua hingga yang muda, bahkan anak-anak, berkumpul di pinggir jalan yang dilewati Nabi Muhammad ﷺ. Lalu mereka melempari Nabi dengan batu. Namun Nabi tidak putus asa karenanya. Dari sini sangat jelas terlihat bagaimana kesungguhan dan ketulusan Nabi Muhammad ﷺ.

Fajri Nur Setyawan, Lc