Komunis dalam istilah ulama Islam disebut dengan ‘syuyu’iyyah’ ( شُيُوْعِيَّةٌ ). Dalam bahasa Arab, istilah ini berasal dari kata “Syaa’a” ( شَاعَ ), yang mempunyai beberapa makna yaitu: ‘menyebar’, atau ‘merata’, atau ‘muncul’, atau ‘tersiar’, atau ‘terpisah’, atau ‘berserikat’. Ada beberapa pendapat ulama kita tentang makna komunis, yaitu: Komunis adalah sebuah peraturan yang menghilangkan kepemilikan pribadi, dan menyerukan bahwa manusia memiliki hak berserikat dalam harta dan wanita. Sehingga menurut ajaran komunis manusia semuanya berserikat dalam kepemilikan harta, wanita dan seluruh kekayaan. Ada juga yang mengatakan bahwa komunis adalah sebuah gerakan pemikiran perekonomian Yahudi yang memperbolehkan segala sesuatu, yang diajarkan oleh ‘Karl Mark’. Tidak mengakui adanya Tuhan, dan tidak mengakui agama-agama. Sehingga bisa disimpulkan ajaran komunis itu mempunyai beberapa ‘ajaran pokok’:
- Mengingkari (tidak mempercayai) Allah itu ada.
- Mengingkari (tidak mempercayai) hal-hal yang ghaib (yang tidak terlihat oleh mata).
- Menghilangkan hak milik yang bersifat pribadi.
- Menyerukan ‘kediktatoran’.
- Mengingkari hubungan kekeluarga.
Kapan muncul ajaran komunis? Ada peneliti yang mengatakan, ajaran komunis sudah ada sejak dahulu kala, bahkan di zaman ‘sebelum masehi’. Pendapat ini didasarkan pada penemuan yang ada di beberapa ‘buku-buku kuno’, di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang mirip dengan ajaran komunis. Salah satunya adalah ‘buku kuno’ karya Aflatun. Dan buku ini ada di abad ke 5 sebelum masehi. Di buku ini Aflatun mengatakan tidak ada seorangpun yang berhak membentuk sebuah keluarga yang berdiri sendiri, begitu juga tidak berhak mendidik dan merawat anak, karena semuanya adalah milik negara. Negaralah satu-satunya yang boleh melakukan itu semua. Aflatun juga membagi manusia menjadi tiga tingkatan, yang tertinggi adalah penguasa, kemudian prajurit, dan yang terakhir adalah para pekerja (buruh). Apa yang dikatakan Aflatun ini adalah salah satu ajaran pokok dari komunis, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sehingga, benar jika ada yang mengatakan bahwa ajaran komunis sudah ada sejak dahulu kala.Wallahu a’lam. Kemudian, ajaran komunis lebih kuat ketika salah satu tokohnya yang bernama Karl Mark menyebarkan ajaran ini. Dia adalah seorang Yahudi yang lahir pada tahun 1818, dan tewas pada tahun 1883. Kemudian ajaran ini dikenal dengan ‘komunis modern Karl Mark’, yang muncul pada abad 19 masehi. Sampai pada akhirnya berdirilah negara komunis Rusia. (Sumber: buku ‘Asy-Syuyu’iyyah’, karya Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd)
Sebagian Sebab Berkembangnya Komunis
Seperti kita ketahui, Rusia adalah negara komunis. Dan setelah terjadi perang dunia ke 2, negara ini mendapatkan bantuan yang sangat besar, baik dari sisi pasukan, politik, maupun penduduk dari negara-negara yang satu pihak dengannya. Sehingga secara tidak langsung ajaran komunis menjadi semakin kuat. Adanya penjajahan-penjajahan yang dilakukan negara-negara kuat saat itu menyebabkan negara-negara yang terjajah mengalami kemunduran di banyak sisi kehidupan. Hal ini karena pintu kebebasan ditutup rapat-rapat oleh para penjajah. Keadaan seperti ini tentu memudahkan para penyeru komunisme menyebarkan ajarannya. Selain itu, para pengikut ajaran ini sangat gencar dalam menyebarkan ajaran-ajaran komunis. Mereka juga mengatakan bahwa agama adalah sesuatu yang sifatnya tahayul atau khayalan belaka. Ditambah lagi dengan terpecah-belahnya persatuan umat Islam dan terpisah-pisahnya mereka di berbagai tempat, menjadi sebab berkembangnya ajaran ini. (Sumber: buku ‘Naqdu Ushulisy Syuyu’iyyah’, karya syaikh Shalih Al-Luhaidan)
Keyakinan Islam Tentang Allah
Islam mengajarkan bahwa Allah itu ada. Hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta. Hanya Allah yang berhak disembah. Dan Allah memiliki nama-nama yang indah dengan keindahan yang sempurna, yang dikenal dengan istilah ‘Asma-ul Husna’. Begitu juga, Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, tidak ada kekurangan sedikitpun. Singkatnya, beriman kepada Allah ada empat pondasi: Pertama, yakin Allah itu ada. Kedua, yakin Allah itu yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta. Ketiga, yakin bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Keempat, yakin bahwa Allah memiliki nama-nama yang indah serta sifat-sifat yang mulia.
Allah Itu Ada
Keyakinan bahwa Allah itu ada, adalah keyakinan yang ‘dibawa sejak kita lahir ke dunia’, dan tidak bisa diingkari lagi. Karena kita semua tercipta membawa keyakinan ini. Jika dia masih lurus seperti ketika dilahirkan maka pasti dia meyakini hal ini. Menurut ajaran komunis, yang tidak mengakui adanya Allah, maka alam semesta dan seisinya ada dengan sendirinya. Muncul begitu saja, tanpa ada yang menciptakannya. Dan keyakinan ini tertolak dengan beberapa alasan: Pertama, jika dikatakan bahwa sesuatu itu muncul dengan sendirinya maka itu artinya sesuatu itu menciptakan dirinya sendiri. Dan ini tidak mungkin, karena sebelum sesuatu itu menciptakan dirinya sendiri, berarti sesuatu itu tidak ada. Dan sesuatu yang tidak ada, bagaimana mungkin bisa menciptakan sesuatu? Ini membuktikan bahwa ada yang menciptakan sesuatu tersebut. Begitu juga dengan alam semesta. Matahari misalnya, jika dikatakan bahwa matahari muncul dengan sendirinya, maka kita katakan: “Sebelum matahari menciptakan dirinya sendiri, berarti matahari tidak ada wujudnya, dan sesuatu yang tidak ada wujudnya, tidak mungkin bisa menciptakan dirinya sendiri.” Maka ini membuktikan bahwa ada yang menciptakan matahari, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla. Begitu juga dengan makhluk lainnya seperti bulan, bintang, langit, manusia, binatang, tumbuhan, dan lain-lainnya. Kedua, jika dikatakan bahwa sesuatu itu muncul dengan sendirinya, tanpa ada yang menciptakan maka itu artinya sesuatu itu muncul ‘tiba-tiba’. Dan sesuatu yang muncul tiba-tiba, biasanya tidak rapi, tidak teratur dan tidak indah. Akan tetapi, jika kita perhatikan alam semesta dan seisinya, maka kita dapati semuanya sangat rapi, teratur dan indah. Perhatikanlah misalnya matahari dan bulan. Bagaimana matahari terbit di pagi hari dari arah timur, kemudian ketika memasuki waktu sore, sinar matahari mulai redup, hingga akhirnya tenggelam di arah barat, dan muncul bulan yang menerangi gelapnya malam. Begitu juga binatang, ada yang hidup di darat, laut dan udara. Bahkan yang hidup di darat sangat banyak jenisnya, dan masing-masing hidup dan berkumpul dengan yang sejenis. Dan begitu seterusnya, jika kita mengamati makhluk-makhluk ini maka terlihat jelas keteraturan dan keindahannya. Menurut akal, tidak mungkin ini semua muncul tiba-tiba, tanpa ada yang menciptakan. Kerena sangat jelasnya keyakinan ini, hingga pernah di zaman Nabi ada seorang musyrik yang masuk Islam karena mendengar ayat berikut ini:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa ada yang menciptakan mereka ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (At-Thur: 35)
Di dalam ayat ini ada dua hal yang tidak mungkin: Pertama, manusia diciptakan tanpa ada yang menciptakan. Kedua, manusia menciptakan diri mereka sendiri. Dua hal ini tidak mungkin terjadi, sehingga hanya ada satu kemungkinan lagi yaitu manusia diciptakan oleh yang menciptakan mereka. Yaitu Allah ‘Azza wa Jalla. Maka mendengar ayat ini, Jubair bin Muth’im masuk Islam, padahal sebelumnya dia adalah orang musyrik.
Perkara Ghaib
Diantara ajaran komunis adalah tidak mempercayai sesuatu yang sifatnya ghaib, yaitu yang tidak terlihat oleh mata. Hal ini juga tertolak secara akal. Karena, banyak perkara ‘ghaib’ yang mereka yakini adanya. Misalnya: aliran listrik. Maka kita katakan kepada mereka: “Kenapa aliran listrik diyakini, dan perkara ghaib lainnya tidak diyakini? Bukankah ini sesuatu yang tidak ‘konsisten’? Dan tidak konsisten ini menunjukkan bahwa keyakinan mereka salah. Adapun menurut ajaran Islam, maka meyakini perkara ghaib adalah salah satu sifat orang yang bertakwa. Allah berfirman: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (Al-Baqarah: 2-3)
Pandangan Islam Tentang Hak Pribadi
Islam mengakui hak milik seseorang secara pribadi. Diantara buktinya, Islam melarang mengambil harta orang lain tanpa alasan yang dibenarkan, dan seperti ini termasuk pelanggaran dan hukumannya berat. Begitu juga, Islam melarang jual beli yang terjadi atas dasar ketidakjelasan. Karena merugikan pihak pembeli. Dan bukti-bukti lainnya. Menurut Islam, ada harta yang dimiliki negara, dan ada harta yang dimiliki rakyat. Sehingga, Islam mengajarkan untuk mementingkan kepentingan bersama, akan tetapi tetap mengakui dan menghormati kepentingan pribadi. Nabi juga bersabda: “Barang siapa yang ‘merampas’ hak seorang muslim dengan sumpahnya (bersumpah dengan kebohongan), maka Allāh ‘mengharuskan’ dia masuk neraka Jahannam dan Allāh akan haramkan baginya surga.” Tiba-tiba ada seorang yang bertanya kepada Nabi: “(Ya Rasulullāh) meskipun yang dia ambil tersebut hanya perkara yang sedikit (kecil)?” Kata Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam: “Ya, meskipun yang dia ‘rampas’ dari saudaranya itu hanyalah sepotong kayu siwak.” (HR. Muslim, no. 218 (137)) Meskipun demikian, Islam tidak mengajarkan ‘individualisme’, karena Islam memerintahkan kepada yang kaya supaya mengeluarkan sebagian hartanya untuk orang-orang miskin. Yang dalam ajaran Islam seperti ini disebut dengan zakat. Allah berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At-Taubah: 103) Islam juga tidak mengajarkan ‘kediktatoran’. Karena seorang penguasa, siapapun dia, tidak boleh mementingkan kepentingan dirinya sendiri. Dan penguasa yang jahat kepada rakyatnya, diancam dengan ancaman yang sangat keras. Nabi bersabda: ‘Tidaklah seorang hamba yang Allāh berikan kepadanya kesempatan untuk mengatur rakyat, lalu ketika dia meninggal, dalam keadaan melakukan ghisy (menipu) rakyatnya, kecuali Allāh akan haramkan baginya surga.’” (HR. Bukhari no. 7151 dan Muslim no. 142) Nabi juga bersabda: “Wahai Allāh, barangsiapa yang mengurusi urusan umatku, lalu dia membuat susah mereka, maka susahkanlah dia. Dan barangsiapa yang mengurusi urusan umatku, lalu dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia.” (HR. Muslim, no. 1828) Segala puji hanya untuk Allah, yang telah menganugerahi kita semua hidayah Islam, melalui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Fajri NS