TEMA : “Menjadi Pendidik Panutan Santri”.
PENGISI : Ustadz Aris Sugiyantoro, hafidzahullahu ta’ala ; Pimpinan Ponpes Al-Ukhuwah Sukoharjo.
A. Pendahuluan
- Tidak ada satupun kesempatan yang kita lalui melainkan disana ada nikmat Allah ta’ala yang harus kita selalu mensyukurinya.
- Kita semua yang berkumpul disini adalah orang-orang yang memiliki ikatan dengan pondok pesantren, baik sebagai masul, ustadz-ustadzah, karyawan-karyawati dll.
- Pondok kita ini adalah lembaga pendidikan agama yang berbasis asrama. Sehingga interaksi para santri akan lebih sering mereka lakukan, baik dengan sesama santri, para pengasuh, para pengurus demikian juga para ustadz dan ustadzah.
- Interaksi ini menyebabkan adanya pengaruh dan juga adanya sikap meniru dan adanya panutan (Uswah atau Qudwah) satu dengan yang lainnya. Dan umumnya seseorang akan terpengaruh dan meniru disebabkan oleh perilaku panutannya. Sebagaimana anak yang mengikuti kedua orang tuanya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Keduanya orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
B. Materi
- Pengertian Uswah atau Qudwah
Uswah atau panutan (Qudwah) secara bahasa artinya panutan yang diikuti.
Sedangkan Uswah/Qudwah secara istilah umum adalah “suatu bentuk permisalan di dalam kehidupan manusia yang sempurna dengan metode yang realita dari berbagai segi (sosial, ilmiah, kemasyarakatan dll).”
Uswah/Qudwah dalam hal dakwah adalah : “Seorang dai yang mengumpulkan akhlak yang baik sesudah aqidah yang benar dan mengajarkan serta mengamalkan ilmu diatas manhaj yang benar.”
Uswah/Qudwah dalam pendidikan : “Seorang murobbi yang mendakwahkan dan mengajarkan akhlak mulia dan Budi pekerti yang luhur yang sudah dia kerjakan sendiri.”
Qudwah dari para pengurus dalam dunia pendidikan pesantren adalah perkara yang sangat penting karena mereka adalah pengganti orang tua bagi para santri.
- Qudwah dalam Islam ada dua macam, yaitu ;
a). Qudwah Hasanah Muthlaqah ; “panutan yang baik secara mutlak yang terjaga dari kesalahan dan ketergelinciran, beliau adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.”
b). Qudwah Hasanah Muqoyyadah ; “panutan yang baik dan terikat dengan apa yang Allah syari’atkan, seperti pada orang-orang shaleh dan bertaqwa.”
- Qudwah dalam pendidikan adalah metode paling jitu dan paling dekat dengan kesuksesan. Oleh karenanya Allah mengutus Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai Qudwah bagi seluruh umat. Allah berfirman :
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْآخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab : 21)
Dan Qudwah dengan perbuatan lebih banyak dibandingkan dengan perkataan.
Para Salaf juga menganggap bahwa Qudwah dalam pendidikan adalah perkara yang sangat penting. Oleh karena itu Amr bin Unaisah pernah berkata kepada guru dari anaknya :
لِيَكُنْ أَوَّلَ إِصْلَاحِكَ لِوَلَدِيْ إِصْلَاحُكَ لِنَفْسِكَ، فَإِنَّ عُيُوْنَهُمْ مَعْقُوْدَةٌ بِعَيْنِكَ، فَالحَسَنُ عِنْدُهُمْ مَا صَنَعْتَ، وَالقَبِيْحُ عِنْدُهُمْ مَا تَرَكْتَ…
“Hendaknya hal pertama yang kamu lakukan terhadap anakku adalah dengan melakukan hal-hal yang baik untuk dirimu sendiri, karena mata mereka tertuju pada matamu. Kebaikan bagi mereka itulah yang kamu kerjakan dan kejelekan bagi mereka itulah yang kami tinggalkan…”
- Pentingnya pendidikan dengan Qudwah Hasanah, karena ;
a). Sesuai fitrahnya seseorang mencontoh orang lain.
b). Di dalam Qudwah adalah metode cepat menanamkan suatu pemahaman.
c). Sesungguhnya Qudwah Hasanah bagi pendidikan memiliki pengaruh yang besar bagi murid-muridnya dan mereka akan mengikuti dan percaya kepada guru dan ustadznya.
d). Qudwah adalah suatu metode pendidikan yang hidup/aktif (bukan yang pasif).
e). Seorang pendidik wajib memiliki sifat-sifat sebagai panutan yang baik.
f). Jarangnya para pendidik yang memiliki Qudwah Hasanah di zaman sekarang.
g). Seorang murobbi (guru) jika tidak bisa menjadi Qudwah Hasanah maka akan jatuh (harga dirinya) dari pandangan para murid-muridnya. - Bagaimana caranya seorang guru menjadi Qudwah bagi orang lain??
a). Memiliki akhlak yang baik, seperti sabar, zuhud, dermawan, tawadhu’, jujur, memenuhi janji, lemah-lembut dll.
b). Perbuatan yang sesuai dengan ucapan.
c). Menjauh dari tempat-tempat syubhat yang dapat merusak muruah (harga diri ; kesopanan). - Sifat-sifat pendidik yang menjadi Qudwah
a). Ikhlas karena Allah ta’ala.
b). Memiliki semangat dalam menjalankan kewajiban dan konsisten dalam perkara sunnah.
c). Menyadari sebagai panutan.
d). Bersabar. - Dampak positif pendidik yang menjadi Qudwah.
a). Menghemat tenaga dan fikiran
b). Kondisi pendidik setara dengan motivator
c). Akan memiliki pengaruh yang menyeluruh
d). Nasihatnya akan selalu membekas - Sang Qudwah dan Murobbi yang pertama ; Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Diantara Qudwah dari beliau adalah :
a). Dalam hal kesabaran
b). Dalam hal zuhud
c). Dalam hal kedermawanan
d). Dalam hal tawadhu’ (rendah hati)
e). Dalam hal memaafkan
f). Dalam hal lemah lembut
g). Dalam hal kejujuran
h). Dalam hal bagusnya bermuamalah
i). Dalam hal perhatian pada urusan manusia
j). Dalam hal ibadah - Bagaimana seorang Murobbi bisa memperoleh Qudwah Hasanah??
a). Memperbaiki batin
b). Memperhatikan adab (etika)
c). Menelaah sirah dari Qudwah Nabi
d). Mempelajari hikayat (kisah) para ulama
e). Membersamai orang-orang shaleh
f). Mengamalkan langsung dari yang dipelajari
g). Bersungguh-sungguh melawan jiwa
h). Mengevaluasi kekurangan - Perkara yang mengurangi Qudwah Hasanah bagi pendidik.
a). Menyepelekan ketaatan
b). Tidak peduli terhadap syubhat (kerancuan)
c). Sibuk dengan urusan Dunia
d). Selalu bersenda gurau & tidak serius
e). Membuang-buang waktu
f). Mengumbar pandangan
g). Memperbanyak debat
h). Lari dari tanggung jawab
i). Banyak tertawa (berlebihan)
j). Menyepelekan perkara sunnah
k). Menyibukkan diri dengan urusan rendah
l). Menjauh dari ilmu
(Masjid Ibnu Utsaimin Ponpes Al-Ukhuwah Sukoharjo :: Kamis, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 19 Desember 2024 M)