Beberapa Masalah Penting dalam Fiqih Nikah
Menikah adalah Perintah Allah
Allah I berfirman :
“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur : 32)
Ikatan Pernikahan Adalah Ikatan yang Sangat Kuat
Allah I berfirman :
“Bagaimana kamu akan mengambilnya (kembali), padahal kamu telah menggauli satu sama lain (sebagai suami istri) dan mereka pun (istri-istrimu) telah membuat perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) denganmu?” (An-Nisaa’ : 21)
Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullaah mengatakan :
“Ikatan pernikahan adalah ikatan yang sangat kuat, yang mengharuskan masing-masing pasangan memenuhi apa yang menjadi konsekwensi dari akad tersebut …”
Maslahat-maslahat Pernikahan
- Menjaga eksistensi umat manusia dan memperbanyak jumlah umat Islam.
- Menjaga kemaluan dari bersenang-senang dengan cara yang diharamkan agama Islam yang bisa merusak masyarakat.
- Didapatkannya ketenangan jiwa manusia.
- Melindungi masyarakat dari perbuatan keji yang menghancurkan akhlak dan kehormatan.
- Mengangkat martabat manusia.
Perincian Hukum Nikah
Menikah di dalam Fiqih mempunyai lima hukum ; wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Sesuai dengan kondisi orang yang akan menikah.
- Nikah yang wajib : Bagi orang yang khawatir terjerumus dalam zina jika tidak menikah.
- Nikah yang sunnah : Bagi orang yang telah ada syahwat pada dirinya dan tidak ada kekhawatiran terjerumus dalam zina.
- Nikah yang mubah : Bagi orang yang tidak memiliki syahwat.
- Nikah yang makruh : Bagi orang yang tidak memiliki syahwat, sekaligus merugikan wanita yang dinikahinya.
- Nikah yang haram : Bagi orang Islam yang tinggal di wilayah orang-orang kafir harbi.
Dr. Shalih Al-Fauzan berkata :
“Hukum menikah berbeda-beda antara satu orang dengan yang lainnya ; sesuai dengan perbedaan keadaan seseorang, dan kemampuannya dari sisi jasmani maupun harta. Begitu juga kesiapannya dalam bertanggung jawab.”
Kriteria Pasangan
Beberapa kriteria wanita yang ideal untuk dinikahi yang disebutkan di dalam hadits-hadits : Wanita yang agamanya baik, gadis dan subur.
Nabi r bersabda :
لا تنكحوا النساء لحسنهن فلعله يرديهن، ولا لمالهن فلعله يطغيهن، وانكحوهن للدين
“Kalian jangan menikahi wanita hanya karena kecantikannya, karena bisa saja kecantikannya membuatnya celaka. Dan jangan hanya karena kekayaannya, karena bisa saja kekayaannya membuatnya zhalim. Nikahilah wanita karena agamanya.”
Khitbah (Meminang)
Syarat Bolehnya Laki-laki Melihat Calon Istrinya
Laki-laki yang dibolehkan oleh syari’at Islam untuk melihat fisik calon istrinya adalah yang benar-benar ingin menikahi wanita tersebut.
Nabi r bersabda :
إذا خطب أحدكم امرأة؛ فقدر أن يرى منها بعض ما يدعوه إلى نكاحها؛ فليفعل
“Jika seorang di antara kalian hendak meminang seorang wanita ; dan dia sanggup melihat darinya ; beberapa hal yang membuatnya lebih yakin untuk menikahinya ; hendaknya dia lakukan.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dr. Shalih Al-Fauzan mengatakan :
“Ulama ahli Fiqih mengatakan ; laki-laki yang akan meminang seorang wanita, dan menurut persangkaan kuatnya dia akan menerima wanita tersebut ; dia boleh melihat bagian tubuhnya yang biasa terlihat ; tanpa berduaan, dan jika aman dari ‘fitnah’.”
Berdasarkan penjelasan ini ; bagian tubuh calon istri yang boleh dilihat adalah muka dan tangan sampai batas pergelangan tangannya. Karena inilah yang biasa terlihat.
Haram Meminang Wanita yang Sudah Dipinang
Haram meminang wanita yang sudah dipinang laki-laki lain dan wanita tersebut menerima pinangannya. Nabi r bersabda :
لا يخطب الرجل على خطبة الرجل حتى يترك الخاطب قبله أو يأذن له
“Tidak boleh seorang laki-laki meminang wanita yang telah dipinang laki-laki lain sampai yang meminang sebelumnya meninggalkannya atau memberi izin kepadanya.” (HR. Bukhari)
Akad Nikah, Rukun dan Syaratnya
Masalah Pertama : Rukun-rukun Nikah
- Adanya kedua mempelai ; yang pada keduanya tidak ada hal-hal yang menghalangi sahnya nikah.
- Terjadinya ijab; yaitu kalimat yang keluar dari wali wanita atau yang berkedudukan sepertinya. Misalnya wali wanita mengatakan kepada mempelai laki-laki : “Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan kamu dengan “fulanah”).
- Terjadinya qabul; yaitu kalimat yang keluar dari mempelai laki-laki atau yang berkedudukan sepertinya. Misalnya kalimat : “Qabiltu hadzan nikah” (Aku terima nikah ini).
Catatan Tambahan :
- Ibnu Taimiyah dan muridnya yang bernama Ibnul Qayyim ; memilih pendapat bahwa nikah sah dengan semua lafaz yang menunjukkan nikah.
- Shalih Al-Fauzan mengatakan ; akad nikah laki-laki yang bisu; sah menggunakan tulisan atau bahasa isyarat yang dipahami.
Masalah kedua : Syarat-syarat Sah Nikah
- Menentukan dengan jelas siapa yang akan dinikahkan.
Sehingga tidak cukup hanya mengatakan: “Aku nikahkan kamu dengan anak perempuanku”. Padahal dia memiliki beberapa anak perempuan.
Penentuan anak yang akan dinikahkan bisa dicapai dengan :
- Menyebut nama.
- Atau isyarat.
- Atau menyebutkan sifat-sifat yang menjadi ciri khasnya.
- Kerelaan dari kedua mempelai.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi :
“Janda tidak boleh dinikahi sampai diminta pertimbangannya. Dan gadis tidak boleh dinikahi sampai dia diminta izinnya.” (Muttafaq ‘alaihi)
- Adanya wali dari calon pengantin wanita.
Dr. Shalih Al-Fauzan mengatakan :
“Seandainya wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa walinya maka nikahnya tidak sah ; karena hal itu merupakan sarana menuju zina dan karena wanita kurang cermat dalam menentukan yang terbaik untuknya.”
Nabi bersabda r :
لا نكاح إلا بولي
“Pernikahan tidak sah kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi)
- Adanya 2 orang saksi.
Nabi r bersabda :
لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل
“Pernikahan tidak sah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Hadits marfu’ dari Jabir)
Imam Tirmidzi mengatakan :
“Menurut para ahli ilmu dari kalangan para sahabat Nabi dan golongan tabi’in setelah mereka, serta ulama dari selain mereka mengamalkan hal tersebut.”
Kesetaraan dalam Pernikahan
Kedudukan Kesetaraan Derajat dalam Pernikahan
Kesetaraan dalam pernikahan bukan merupakan syarat sah. Akan tetapi sangat penting karena sangat menentukan keharmonisan rumah tangga.
Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang menganggap kesetaraan derajat sebagai syarat sah pernikahan. Yaitu salah satu riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah.
Salah satu dalil bahwa ‘kesetaraan’ bukan syarat nikah; adalah pernikahan antara Zaid bin Haritsah dan Zaenab radhiyallahu ‘anhuma. Keduanya adalah orang yang derajat keimanannya tinggi di hadapan Allah. Hanya saja dari sisi ‘ekonomi’ tidak setara. Meskipun demikian Nabi Muhammad menyetujui pernikahan mereka berdua.
Hak Meminta Pembatalan Akad Pernikahan
Bagi seorang wanita yang dinikahkan dengan laki-laki yang tidak setara dengan dirinya; dia boleh meminta pembatalan akad pernikahan. Karena dahulu Nabi r pernah memberi pilihan kepada wanita yang dinikahkan dengan laki-laki yang tidak setara dengannya.
Hal yang diusahakan ‘Setara’
- Kualitas pengamalan ajaran agama.
- Nasab
- Merdeka dari status budak.
- Profesi
- Harta
Sumber :
Kitab ‘Al-Mulakhkhas Al-Fiqhi, Dr. Shalih Al-Fauzan