Tafsir Surah Al An’am 145 : Beberapa Benda yang Najis

Tafsir Surah Al An’am 145 : Beberapa Benda yang Najis

 

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ, salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah ﷺ, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik sampai hari kiamat.

Sesungguhnya mengetahui hukum-hukum seputar najis adalah perkara yang sangat penting. Karena hal itu berkaitan erat dengan ibadah salat yang merupakan tiang agama. Bersuci dari najis sebagaimana bersuci dari hadats, merupakan kunci pembuka untuk masuk dalam salat, kapan saja seseorang berdiri menghadap Rabbnya.

Di dalam Al-Qur’an Al-Karim telah disebutkan beberapa benda yang najis. Sebagaimana dalam firman Allah ﷻ,

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi – karena sesungguhnya semuanya itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al An’am : 145)

 

Kandungan ayat secara umum:

Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad ﷺ supaya mengatakan kepada orang-orang musyrik yang mengharamkan makanan yang telah Allah Ta’ala rezekikan kepada mereka, bahwa sesungguhnya beliau tidak mendapatkan dalam wahyu yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada beliau sesuatu pun yang haram untuk dimakan, kecuali jika makanan itu berupa bangkai, darah yang mengalir atau daging babi, karena tiga macam makanan tersebut najis dan kotor.

Demikian pula, hewan yang disembelih untuk selain Allah ﷻ, karena itu keluar dari ketaatan kepada  Allah ﷻ menuju kepada kemaksiatan dan kufur kepada-Nya. Maka barangsiapa yang terdesak dalam kondisi darurat untuk memakan salah satu makanan haram tersebut, sedangkan ia sebenarnya tidak ingin memakannya untuk kesenangan, dan tidak pula melampaui batas dari yang Allah ﷻ perbolehkan, maka tidak mengapa memakannya, karena sesungguhnya Allah ﷻ Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

Beberapa Pelajaran dari Ayat Ini:

Perhatian Allah Ta’ala dalam menjelaskan makanan-makanan haram dibatasi dengan empat macam makanan tersebut, di mana Allah ﷻ memerintahkan Nabi-Nya dengan perintah yang khusus untuk menyampaikannya.

Ayat dalam surah Al-An’am ini termasuk ayat Makkiyyah, ketika turunnya ayat ini, tidak ada makanan yang diharamkan kecuali yang disebutkan dalam ayat ini. Kemudian seiring disempurnakannya syariat, diharamkanlah makanan-makanan lainnya, seperti khamr, keledai, binatang buas bertaring dan selainnya sebagaimana telah ma’ruf di kalangan ahli ilmu.

Haramnya memakan bangkai, kecuali bangkai belalang dan ikan, kerena adanya dalil yang menunjukkan halalnya.

Haram memakan darah yang mengalir.

Haram memakan daging babi.

Najisnya babi, demikian pula seluruh yang diharamkan dalam ayat ini.

Halalnya darah yang tidak mengalir, yaitu darah yang tersisa setelah keluarnya ruh hewan ternak dengan penyembelihan syar’i.

Haramnya memakan hewan ternak yang disembelih tidak dengan nama Allah Ta’ala.

Hikmah Allah ﷻ yang sangat tinggi dalam memberikan syariat, di mana Allah ﷻ mengharamkan makanan-makanan tersebut karena keburukan  makanan itu. Ada kalanya buruk secara lahiriyah seperti bangkai, darah yang mengalir dan daging babi, dan ada kalanya buruk secara syar’i, seperti hewan yang disembelih tidak dengan nama Allah Ta’ala.

Syariat Allah ﷻ mengandung kasih sayang dan kemudahan, di mana Allah ﷻ menghalalkan makanan-makanan yang asalnya haram, jika seseorang dalam keadaan darurat tanpa menginginkannya dan tanpa melampaui batas.

Penetapan sifat maghfirah (mengampuni) dan rahmah (kasih sayang) bagi Allah ﷻ.

Demikian pembahasan ringkas ayat yang mulia ini, semoga bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian, dan semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita ke jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wallahu a’lam, wa akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil ‘alamin.

Nurwan Darmawan, BA