KENALI NAJIS DAN CARA MEMBERSIHKANNYA
Najis adalah suatu istilah yang tidak asing dalam Islam. Najis merupakan suatu katauntuk mengungkapkan sesuatu yang jelek dan kotor lagi harus dijauhi. Dalam Islamsendiri najis dibagi dua, najis maknawi (abstrak) dan najis khissi (materiil). Dan yang paling wajib dimengerti dan dijauhi sekaligus disucikan adalah najis maknawi, oleh karena itu sebelum kita membahas najis khissi, pada edisi kali ini kita sajikan dengan ringkas pembahasan najis maknawi, semoga bermanfaat.
NAJIS MAKNAWI
Definisi najis maknawi adalah :
Dalam surat At Taubah ayat 28 Allah Ta’ala berfirman :
….. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
“Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang musyrik najis, maka janganlah mereka mendekat ke masjidil harom setelah tahun ini.” [QS. At Taubah : 28]
“Najasah (Najis) ma’nawiyah adalah suatu ungkapan yang melekat kepada seseorang yang tersifati dengan sebuah sifat yang hina lagi dijauhi oleh manusia, sehingga ia tidak pantas menjadi orang yang mulia selama ia masih menyandang sifat tersebut. Orang musyrik itu najis karena aqidah kesyirikannya. Walaupun adakalanya jasadnya bersih tidak ada kotoran (najis) yang melekat pada dirinya, dan terkadang adakalanya jasadnya juga sangat kotor dengan najis karena agamanya memang tidak mengajarkan carabersuci dari najis.” [At Tahrir wa Tanwir, tafsir surat At Taubah : 28 – syamilah-]
APAKAH MENYENTUH MEREKA MEMBATALKAN WUDHU ATAU MENGAKIBATKAN KITA TERKENA NAJIS?
Jawabnya tidak, Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hal ini,
Pertanyaan : “Apakah hakikat dari kenajisan orang musyrik dan orang kafir ? apakah maknanya bila seorang muslim menyentuh salah seorang musyrik atau orang kafir kesuciannya batal ? ataukah kenajisan mereka bersifat maknawiyah (tidak membatalkan kesucian muslim) ?”
Jawab : “Sifat kenajisan seluruh orang kafir adalah maknawiyah bukan kenajisan yang bersifat khissiyah (materiil). Oleh karena itu Allah membolehkan kita memakan makanan (yang tidak diharamkan secara syareat) ahli kitab padahal mereka tentu menyentuh langsung dengan tangan mereka makanan tersebut. Allah juga membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab yang menjaga kehormatannya, padahal pasti si laki-laki muslim akan bersentuhan dengannya namun kenyataannya Allah tidak memerintahkan kita untuk mencuci tangan kita.” [ringkasan soal jawab syeikh ibnu Utsaimin, http://binothaimeen.net/content/8155]
BAGAIMANA MENGHILANGKAN NAJIS MAKNAWI?
Karena akar dari najis maknawi ini adalah kekufuran, kesyirikan dan kemaksiatan maka cara untuk mensucikannya adalah dengan masuk agama Islam. Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
“Adapun mensucikan diri dari najis maknawiyah adalah mensucikan hati dari kotoran-kotoran najis berupa kesyirikan, kebid’ahan dalam beribadah kepada Allah serta mensucikan hati dari sifat iri dengki, hasad, membenci dan memusihi orang lain padahal ia tidak berhak untuk dimusuhi.”
Syeikh Sholih Fauzan hafizhohullah berkata:
“Thoharoh maknawiyah adalah bersuci dari kesyirikan, kebid’ahan dan maksiat. Allah berfirman : “mereka itu orang-orang yang bersuci.” Yang dimaksud di sini adalahbersuci dari maksiat dan dosa.” [https://Islamqa.info/ar/158668]
Dari perkataan dua ulama kondang di atas dapat diambil garis merah cara mensucikan diri dari najis maknawiyah ini :
Apabila berupa kekufuran maka cara mensucikannya adalah dengan masuk Islamdan konsekuen dengan tauhid, karena selama seseorang itu tetap suci dengan keimanannya serta suci dengan tauhidnya maka dapat dipastikan ia kelak di akherat akan masuk surga dan terbebas dari siksa api neraka -biidznillah-, Nabi shollallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Wahai Mu’âdz! Tahukah engkau apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allâh?’ Aku menjawab, ‘Allâh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, ‘Hak Allâh yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah mereka hanya beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allâh ialah sesungguhnya Allâh tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.’” [HR. Muslim, no.30]
Sedangkan bila najis tersebut berupa kesyirikan, cara mensucikannya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah. Kemudian memperbanyak do’a dengan do’a yang nabi ajarkan kepada sahabat Abu Bakar berikut bisa menjadi tindakan preventif sekaligus tindakan aktif untuk mensucikan najis ini, Beliau bersabda :
“Wahai Abu Bakar ! Sungguhlah kesyirikan pada diri kalian lebih samar dari jejak seekor semut, demi Dzat yang jiwaku ditangannya sungguh kesyirikan itu lebih samar dari jejak seekor semut. Maukah engkau aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila engkau lakukan akan lenyap darimu syirik yang kecil dan yang besar ? berdo’alah dengan doa :
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari aku berbuat kesyirikan kepada-Mu sedangkan aku mengetahuinya dan aku mohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui.” [Shohih Adab Mufrod, no. 551]
Najis ini sangat berbahaya (setelah kekufuran dan kesyirikan), karena apabila sebuah kebid’ahan sudah muncul, si pelaku merasa dia berbuat ketaatan dan pasti akan ada sunnah yang mati karenanya. Ibnu Abbas pernah berkata,
“Tidaklah datang suatu masa pada manusia, melainkan mereka membuat kebidahan dan mematikan sunnah, sehingga lambat laun kebidahan-kebidahan tumbuh subur dan sunnah-sunnah nabi mati.” [as sunnah lil mawarzi 1/32-syamilah-]
Maka sangat penting kita mengetahui cara mensucikannya, tidak lain dengan terus menuntut ilmu dan iltizam (konsekuen) dengan sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin sepeninggalku. Peganglah ia erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” [Shohih Abi Dawud, no. 4607]
Dosa dan maksiat adalah noda hitam yang mengotori hati, tidak boleh kita biarkan begitu saja, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang hamba apabila melakukan suatu dosa, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” [Shohih At Tirmidzi, no. 3334]
Dari hadits di atas, sangat gamblang bahwa cara mensucikannya adalah pertamadengan bertaubat dan istighfar kepada Allah. Taubat merupakan pembersih ampuh untuk kotoran dosa dan maksiat. Allah berfirman,
“Katakanlah: Wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendirinya, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Mengampuni semua dosa dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Az-Zumar: 53]
Yang kedua adalah dengan memperbanyak amal sholeh karena amal sholeh akan menghapus dosa, sebagaimana dalam ayat,
“…Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” [QS:Huud: 114]
Nabi juga bersabda,
“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan iringilah perbuatan dosa dengan amal kebajikan, niscaya kebajikan tersebut akan menutupinya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” [Shohih At Tirmidzi, no.1987]
Bersambung ….
Allahu a’lam
Ibnu Ram 160818