KITAB TAUHID; SEBUAH PENGENALAN
Tidak diragukan bahwasanya tauhid adalah landasan bagi setiap amal. Amal sebesar dan sehebatapapun jika tidak dibangun di atas tauhid maka akan sia-sia dan sirna.
Namun kenyataan yang menyedihkan yang kita rasakan di negeri kita, bahwasanya masih banyaksaudara kita yang belum paham tentang tauhid meskipun lisan mereka mengucapkan kalimat Tauhid“Laa ilaaha illallahu“. Buktinya, praktik-praktik kesyirikan di tanah air kita masih merajalela. Dukun masih bertebaran, dan banyak sekali jumlahnya. Bahkan hampir setiap kota, bahkan hampir setiapkelurahan ada dukun (baik dukun asli maupun dukun palsu). Masih banyak orang yang percaya kepadajimat-jimat, masih menganggap angka 13 adalah angka sial, masih memberikan sesajen ke pohon ataubatu besar, masih menyembelih untuk jin atau penjaga tanah atau penguasa gunung atau penguasasawah ladang, masih percaya pada benda-benda bertuah untuk dicari keberkahannya seperti keris dan batu akik.
Diantara praktik mencari berkah bernuansa kesyirikan adalah mencari berkah dari Kyai Slamet yang ternyata adalah gelaran bagi seekor kerbau yang berwarna putih, yang jika kerbau tersebut keluar makadiperebutkan keberkahannya, bahkan kotorannya pun diperebutkan !?
Belum lagi kalau kita menelusuri praktik-praktik meminta-minta kepada penghuni kubur terutamapenghuni kubur yang dianggap orang shalih.
Kondisi di tanah air kita semakin memburuk tatkala muncul sebagian da’i yang berusaha memperlariskesyirikan, semakin menganjurkan kepada masyarakat untuk meminta-minta (yang mereka namakandengan beristighotsah) kepada mayat-mayat orang shalih. Demikian juga dengan munculnya da’i-da’idan tokoh-tokoh pluralisme yang berusaha menyatakan bahwa semua agama sama dan mengantarkankepada surga. Mereka hendak menyamakan antara agama tauhid (yaitu agama Islam yang menyerukepada penyembahan terhadap Allah semata) dengan agama kesyirikan seperti Nashrani (yang menyeru kepada penyembahan terhadap manusia yaitu Nabi Isa) dan Hindu (yang menyeru kepadapenyembahan terhadap tiga dewa).
Oleh karena penanaman aqidah secara umum (terutama tauhid) yang kurang di tanah air, makapemikiran-pemikiran yang aneh dan menyimpang mudah untuk disambut dan diterima oleh sebagiansaudara-saudara kita. Di tanah air kita sampai terjadi berulang-ulang ada yang mengaku sebagai nabiakhir zaman, dan ini sangat aneh, tapi yang lebih aneh adalah ternyata ada juga masyarakat yang percaya dan mengikutinya. Demikian juga ada yang mengaku sebagai Nabi Isa yang turun dari langit, dan ada juga yang mengaku sebagai Al-Imam Al-Mahdi.
Hal ini seluruhnya semakin menekankan bahwa mempelajari perkara tauhid (atau aqidah secara umum) adalah perkara yang sangat urgent di negeri kita. Adapun pernyataan sebagian orang yang meremehkandakwah tauhid, yang menganggap bahwa pembahasan mengenai tauhid adalah pembahasan kuno dan kurang relevan dengan kondisi sekarang maka tentu ini adalah pernyataan yang keliru dan berbahaya, yang tentunya keluar dari orang-orang yang tidak paham tentang makna tauhid yang sesungguhnya.
Tauhid –sebagaimana yang hakikatnya disalah pahami oleh sebagian orang- bukan sekedar mengenaldan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah; bukan sekedar mengetahui bukti-buktirasional tentang kebenaran wujud (keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan Sifat-Nya. Kaum musyrikin Jahiliyah kuno yang dihadapiRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur, Pemeliharadan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Demikian juga kaum Nashrani dan Yahudi juga percayabahwa yang menciptakan alam semesta adalah Allah bukan Isa ataupun Uzair. Namun, kepercayaandan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang bertauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mereka masih dicap oleh Allah dengan predikatmusyrik. Kenapa?, karena mereka menyerahkan peribadatan tidak murni hanya untuk Allah.
Maka buku TAUHID mempunyai arti penting dan berharga sekali untuk mengetahui hakikat tauhiddan kemudian menjadikannya sebagai pegangan hidup.
Buku ini ditulis oleh seorang ulama yang giat dan tekun dalam kegiatan dakwah Islamiyah. Beliauadalah syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, yang dilahirkan di ‘Uyainah, tahun 1115 H (1703 M), dan meninggal di Dir’iyyah (Saudi Arabia) tahun 1206 H (1792 M).
Keadaan umat Islam – dengan berbagai bentuk amalan dan kepercayaan – pada masa hidup beliau, yang menyimpang dari makna tauhid, telah mendorong Syaikh Muhammad bersama para muridnya untukmelancarkan dakwah Islamiyah guna mengingatkan umat agar kembali kepada tauhid yang murni.
Kitab “Tauhid” ini membahas secara khusus tentang tauhid al-‘Ibaadah (atau yang dikenaldengan tauhid al-Uluhiyah), hal ini dikarenakan problem yang timbul di zaman penulis (SyaikhMuhammad bin Abdul Wahhab) adalah berkaitan dengan penyimpangan masyarakat dalam bab ini. Dan hendaknya demikian para penulis tatkala menulis suatu karya berusaha untuk mencari solusi dariproblematika keagamaan yang ada di zamannya. Dalam buku ini juga akan disinggung tentang tauhidar-Rububiyah dan tauhid al-Asmaa’ wa as-Shifaat, akan tetapi bukan sebagai pokok permasalahan.
Keistimewaan kitab ini diantaranya:
- Kitab ini ringkas dan padat, berisi dalil al-Qur’an dan Hadits, lalu diikuti dengan perkataan salaf. Oleh karenanya para ulama menyatakan bahwa metode Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhabsama seperti metodenya Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya. Beliau menyebutkan judul bab, lalu beliau menyebutkan dalil. Dan dalil-dalil yang beliau sebutkan secara umum mudah dipahamioleh orang awam untuk dikaitkan dengan judul bab. Karenanya kitab tauhid ini mudah untukdipahami oleh orang awam.
- Kitab ini menjelaskan secara detail tentang permasalahan-permasalahan tauhid al-Uluhiyah (tauhidal-‘Ibadah) dan macam-macam kesyirikan baik syirik besar maupun syirik kecil.
- Kitab inilah yang bisa menjelaskan dengan tepat siapa hakikat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang dituduh sebagai pendiri dakwah Wahhabiyah. Kitab inilah yang bisa menjelaskan apaitu hakikat Wahhabi. Karena banyak orang yang menuduh dakwah Wahhabi dengan tuduhan yang tidak-tidak, sementara mereka tidak pernah membaca kitab-kitab karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
- Tentu ada para ulama yang hidup sebelum syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang menulistentang tauhid al-Uluhiyyah serta kesyirikan-kesyirikan yang berkaitan dengannya, akan tetapimereka menulis tidak secara khusus dan tidak secara sistematis serta tidak secara lengkap, berbedadengan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang menulis secara khusus dan secara lengkap dan sistematis.
Berikut ini diantara para ulama yang menulis buku khusus tentang tauhid al-uluhiyah.
Pertama : al-Imam al-Miqrizi (wafat tahun 845 H), salah seorang ulama bermadzhab Syafi’iy. Beliaumenulis sebuah buku yang berjudul تَجْرِيْدُ التَّوْحِيْدِ الْمُفِيْدُ “Pemurnian tauhid yang bermanfaat”. Di awalbuku ini beliau berkata :
“Seperti firman Allah “Hanya kepada–Mu lah kami beribadah”, sesungguhnya ayat ini menafikansyirik Mahabbah dan syirik al-Uluhiyah. Dan firman Allah “Dan hanya kepada–Mu lah kami memohonpertolongan” menafikan syirik penciptaan dan syirik ar-Rububiyah. Maka ayat ini mengandungpemurnian tauhid kepada Robbul ‘alamin dalam ibadah dan bahwasanya tidak boleh menyekutukan–Nya, tidak boleh syirik dalam perbuatan, dalam lafal, dan dalam kehendak/niat. Syirik dalam perbuatanseperti sujud kepada selain Allah, thawaf di selain ka’bah, mencukur gundul karena beribadah dan tunduk kepada selain Allah, mencium batu selain hajar aswad yang merupakan tangan kanan Allah di bumi, mencium kuburan, mengusapnya dan sujud kepadanya. Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam telah melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalihsebagai masjid, maka bagaimana lagi kalau dijadikan kuburan tersebut sebagai berhala yang disembah?” (Tajriid at-Tauhiid, hal 18-19)
Beliau juga berkata :
“Ziarah kuburan ada tiga macam. (Pertama) mereka yang menziarahi orang-orang yang telahmeninggal lalu mendoakan mereka, dan ini adalah ziarah yang disyari’atkan. (Kedua) mereka yang menziarahi mayat-mayat tersebut lalu berdoa dengan mayat-mayat tersebut, maka mereka inilahmusyrikin dalam al-Uluhiyah dan kecintaan. (Ketiga) mereka yang menziarahi mayat-mayat laluberdoa kepada mayat-mayat tersebut, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ya Allah jangan Engkau jadikan kuburanku berhala yang disembah”. Maka mereka ini adalah orang-orang musyrik dalam rububiyah” (Tajriid at-Tauhiid hal 20)
Kedua : al-Imam Muhammad bin Isma’il as-Shon’aani rahimahullah (wafat tahun 1182 H), yang beliau semasa dengan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Beliau menulis sebuah buku yang berjudul تَطْهِيْرُ الاِعْتِقَادِ عَنْ أَدْرَانِ الإِلْحَادِ “membersihkan aqidah dari kotoran kekufuran”. Beliau berkata di awal kitab beliau :
“Inilah kitab “membersihkan aqidah dari ktoran-kotoran kekafiran” wajib atas diriku untukmenulisnya, dan keharusan atas diriku untuk menyusunnya karena apa yang telah aku lihat dan telahaku ketahui dengan yakin tentang menjadikan hamba-hamba sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah) yang terjadi di kota-kota, kampung-kampung, dan seluruh negeri, di Yaman, Syam, Mesir, Nejd, Tihamah, dan seluruh negeri Islam, yaitu keyakinan terhadap (para penghuni) kuburan”
Ketiga : al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah (wafat tahun 1250 H), beliau hidup setelah syaikhMuhammad bin Abdul Wahhab, beliau menulis sebuah buku yang berjudul شَرْحُ الصُّدُوْرِ بِتَحْرِيْمِ رَفْعِ الْقُبُوْرِ “Melapangkan dada dengan haramnya meninggikan kuburan”. Beliau menulis buku ini karenamelihat bahwa meninggikan kuburan merupakan sarana kesyirikan.
Bersambung insya Allah…
Disalin dari https://firanda.com