“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
(QS. At-Taghobun: 11)
Pembukaan
Musibah adalah satu kata yang sangat akrab di telinga kita. Akhir-akhir ini negeri kita yang tercintabanyak ditimpa berbagai musibah. Belum hilang trauma dari gempa Lombok beberapa waktu lalu, datang lagi musibah yang lebih besar yaitu gempa yang disusul tsunami di Palu dan sekitarnya, dll.Setelah itu disusul lagi dengan bencana tsunami di Banten dan Lampung. Sehingga dari musibah-musibah tersebut banyak memakan korban jiwa dan berbagai kerugian-kerugian yang lain.
Banyak pihak yang mengklaim musibah tersebut datang karena ini dan itu. Yang lain mengklaim karena ini dan itu, dan seterusnya.
Maka bagaiman Islam memandang musibah-musibah tersebut. Dari mana datangnya, apa sebabnya, bagaimana solusinya dan, apa hikmahnya…??
Mak’na Ayat
Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata (menafsirkan ayat di atas):
“Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allâh, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allâh), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allâh tersebut, maka Allâh akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allâh akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.”
(Tafsir Ibnu Katsir 8/137)
Musibah Adalah Suatu Kepastian
Kehidupan manusia di dunia ini tidak akan luput dari musibah dan cobaan, baik yang berupa kesusahan maupun yang berupa kesenangan, untuk menguji siapa yang syukur dan siapa yang ingkar, siapa yang sebar dan siapa yang putus asa. itu semua adalah sunnatulloh yang pasti terjadi pada setiap insan, yang muslim maupun yang kafir.
Allah telah berfirman: “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan .” (Qs al-Anbiyâ’/21:35)
Sebab Turunnya Musibah
Sudah menjadi sunnatulloh bahwa segala sesuatu yang terjadi itu karena hukum sebab dan akibat. Dan sebab adanya musibah-musibah yang terjadi di negeri kita yang tercinta ini tidak lain adalah dosa-dosa yang dilakukan oleh masyarakat kita sendiri.
Sebagaimana sesuai dengan firman Allah: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Juga Firman Allah: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Rum: 41)
Maka semakin banyak dosa yang kita lakukan maka akan semakin besar pula musibah yang akan Allah timpakan kepada kita. Terlebih lagi dosa syirik/menyekutukan Allah, kemudian diantara sebabnya juga adalah jahil/bodohnya umat Islam terhadap syari’at-syari’at Islam
Solusi Islam Dalam Menjegah Musibah dan Bencana
Saudaraku seiman…
Ketika al-Qur’an dan as-Sunnah menjelaskan sebab-sebab turunya adzab dan musibah, maka al-Qur’an dan as-Sunnah juga menjelaskan kepada kita jalan keluar darinya. Diantaranya:
Pertama: Bertaubat kepada Allah
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah kembali kepada Allah (bertaubat).
Ibnul Qoyyim berkata: “Tidaklah suatu bala’ dan musibah turun melainkan karena dosa, dan tidaklah bala’ dan musibah tersebut diangkat melainkan dengan taubat.” (Miftah Daaris Sa’aadah 1/287)
Imam al-Qurthubi juga berkata: “Istighfar jika dipanjatkan oleh orang-orang bejat sekalipun, bisa menolak hal-hal yang buruk dan mampu menepis hal-hal yang memudharatkan. “ (Tafsir al-Qurthubi 7/399).
Kedua: Menegakkan tauhid dan menjauhi syirik
Dengan tegaknya tauhid dan hilangnya kesyirikan maka keamanan dan kemakmuran suatu negeri akan terjamin dan terwujud, dan ini janji Allah.
Allah berfirman: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun. “ (QS. An-Nuur: 55)
Ketiga: Menghidupkan sunnah Rosululloh dan senantiasa beristigfar
Menghidupkan sunnah Rosululloh dan menjadikannya sebagai pedoman hidup merupakan tameng yang paling ampuh untuk menolak adzab dan bencana.
Allah berfirman: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun dan beristighfar.” (QS. Al-Anfaal: 33).
Ibnul Qoyyim mengkomentari ayat tersebut dengan mengatakan: “Jika keberadaan Rosululloh secara fisik di tengah-tengah mereka (kafir Makkah) mampu mencegah turunnya adzab atas mereka, padahal mereka adalah musuh-musuh beliau. Maka bagaimana kiranya jika keberadaan beliau pada diri seseorang atau pada suatu kaum terwujud dalam bentuk cinta dan iman kepada beliau dan dalam bentuk tegaknya sunnah-sunnah beliau ? Bukankah yang demikian ini lebih utama dan lebih pantas untuk terhindar dari adzab ?? “ (I’lamul Muwaqqi’in 1/173)
Keempat: Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Jika sebuah daerah ingin terhindar dari adzab dan musibah, maka orang-orang yang beriman di daerah tersebut harus nasehat-menasehati untuk taat kepada Allah dan Rosul-Nya. Kemaksiatan dan kemungkaran yang terjadi di sekitar mereka tidak boleh dibiarkan, harus ada usaha pencegahan semampu mereka, dan tentunya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syari’at. Jika tidak, maka adzab akan turun kepada mereka.
Allah berfirman: “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS.Hud: 117)
Rosululloh juga bersabda: “Tidaklak merebak pada suatu kaum praktik kemaksiatan, lantas mereka tidak menghilangkan kemaksiatan tersebut padahal mereka mampu, melainkan sedikit lagi mereka akan ditimpakan oleh Allah adzab yang merata.” (Misykaatul mashaabiih: 514)
Kelima: Berdo’a dan berharap hanya kepada Allah
Saudaraku pembaca yang budiman semoga Allah menjagamu……!!
Ketahuilah, bahwa Allah-lah yang mampu menurunkan adzab dan bencana kepada manusia, dan ketahuilah pula, bahwa hanya Allah-lah juga yang mampu mengangkat musibah tersebut. Maka berdo’alah hanya kepada Allah, maka niscaya Allah akan mengabulkan do’amu.
Rosululloh bersabda: “Sesungguhnya do’a itu bermanfaat pada apa-apa yang telah terjadi (berupa musibah), dan bermanfaat pada apa-apa yang belum terjaadi. Maka wajib atas kalian untuk berdo’a wahai hamba-hamba Allah.” (Shohih at-Targhib Wa at-Tarhib, no. 1634)
Dalam hadits lain Rosululloh menjelaskan bahwa do’a dapat menolak sesuatu yang tidak diinginkan. Beliau bersabda: “Tidak ada yang mampu menolak taqdir kesuali do’a.” (Shohih at-Targhib Wa at-Tarhib, no. 1638)
Ibnul Qoyyim berkata: “Do’a termasuk obat yang paling mujarab, ia adalah musuh bagi bala’, ia juga yang menolaknya dan memperbaiki dampak buruknya, yang mencegah turunnya, yang mengangkat bala’ tersebut, atau meringankannya jika ia telah turun, dan do’a adalah senjata bagi seorang mukmin.” (Jawabul kafi)
Tingkatan Manusia Dalam Menghadapi Musibah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menyebutkan bahwa tingkatan manusia dalam menghadapi musibah ada 4 tingkatan, mulai dari yang terendah sampai ke yang tertinggi:1. Marah dan tidak bersabar. Baginya dosa yang besar.2. Sabar. Dia telah selamat dari dosa dan mendapatkan pahala karena kesabarannya.3. Ridha terhadap musibah yang menimpa. Dia mendapatkan pahala tambahan yang jauh lebih besar daripada pahala kesabaran.4. Syukur. Inilah jenjang tertinggi dalam menghadapi musibah.
Musibah, Antara Adzab Dan Ujian
Musibah yang Allah turunkan kepada hamba-Nya ada dua kemungkinan: Adzab atau ujian.
Pertama: Musibah yang merupakan adzab dari Allah.
Ini apabila ditimpakan kepada orang-orang kafir atau orang yang banyak berbuat kemaksiatan terutama kesyirikan. Maka Allah turunkan adzab dalam bentuk musibah tersebut agar mereka merasakan sebagian dari adzab Allah dan agar mereka kembali kepada jalan yang benar.
Juga Firman Allah: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Rum: 41)
Kedua: Musibah yang merupakan ujian bagi hamba-Nya yang beriman
Bagi orang yang beriman, dalam sebuah musibah terdapat kebaikan, karena dengan musibah tersebut Allah membersihkan dosa-dosa dan menutup kesalahan-kesalahan, sehingga dia keluar dari dunia tanpa dosa sedikitpun, seperti dijelaskan dalam sebuah hadits. Hal ini menunjukkan cinta Allah terhadaporang yang beriman. Sesungguhnya Allah membersihkan dosa-dosa orang yang beriman di dunia sampai ia mendatangi akhirat dalam keadaan bersih, maka ia masuk ke dalam surga.
Adapun bagi orang kafir, maka Allah mempertahankan dan menganugerahkan berbagai nikmatkepadanya sebagai istidraj (penangguhan hukuman) baginya. Dikarenakan Allah tidak mencintainya, maka Allah memberikan istidraj baginya dengan berbagai nikmat agar menambah kekufuran dan kemaksiatannya sampai ia mendatangi hari kiamat dengan dosa-dosanya, dan ia berada di dalamneraka. Wal ‘iyadzu billah.
(Lihat kitab Jaami’u Fatawa At Thabib wal Maridh).
Musibah Merupakan Tanda Cinta Allah pada Hamba–Nya yang Ridho
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya besarnya balasan sesuai dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah jika Ia mencintai suatu kaum maka Allah akan coba/timpakan pada merekamusibah, barangsiapa yang ridho maka baginya ridho Allah dan barangsiapa yang marah terhadapcobaan/musibah dari Allah maka baginya murka Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2396) Di Hasankan oleh al-Albani dalam Sunan At-Tirmidzi hal. 540.
Ibnu ‘Aun mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba tidaklah mencapai hakikat dariridho sampai dia menjadikan ridhonya ketika tertimpa kefakiran dan musibah sebagaimana ridhonyaketika diberikan kecukupan dan kesenangan/kelapangan.” (Taisil ‘Azizil Hamiid Fi Syarhi Kitabit Tauhid hal. 451.
Musibah Sebagai Penghapus Dosa
Nabi Bersabda: “Seorang laki-laki dan perempuan yang beriman kepada Allah akan senantiasa ditimpa musibah pada jiwanya, anaknya dan hartanya sampai ia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak memiliki disa.” (HR. Tirmidzi no. 2399) Dihasankan oleh al-Albani dalam Sunan Tirmidzi hal. 431)
Juga sabda beliau: “Tidaklah rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit dan juga kesedihan yang menimpa seorang mukmin, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya”. (HR. Muslim (4/1993))
juga bersabda: ”Tidaklah seorang muslim termasuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya karena hal itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya karena hal itu”. (HR. Muslim (4/1991))
Penutup
Saudaraku seiman, yang semoga dirahmati oleh Allah….
Kita memohon kepada Allah agar memberikan kesabaran kepada kaum muslimin yang tertimpa musibah, dan semoga musibah-musibah ini dapat menghapuskan dosa-dosa mereka, dan semoga Allah menggantinya dengan yang lebih baik. Amin….!!
Oleh: Abu Sahl Feri al-Kadawy
Download PDF
[sdm_download id=”1125″ fancy=”0″]