- Keluar rumah dengan kondisi yang paling baik.
Kondisi yang paling baik ketika menuju masjid diwujudkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama, memakai pakaian yang bagus.
Ke dua, memakai penutup kepala. Terutama di daerah yang menganggap menutup kepala ketika shalat adalah sesuatu yang baik dan rapi.
Ke tiga, membersihkan gigi dan mulut, untuk mengharumkan mulut serta menghilangkan bau mulut.
Ke empat, memakai parfum, khusus untuk laki-laki.
Allah berfirman:
يبَنِيْ آدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid…” [Al-A’raf: 32]
Imam Ibnu Katsir_rahimahullah_berkata:
“Berdasarkan ayat ini, begitu juga dalil lainnya dari hadits yang maknanya sama (bisa diambil kesimpulan), dianjurkan memperindah penampilan ketika shalat, terlebih lagi di hari Jum’at dan ‘Idul Fithri maupun ‘Idul Adha, begitu juga (dianjurkan memakai) parfum, karena parfum termasuk ‘keindahan’, dan (dianjurkan membersihkan gigi dan mulut menggunakan) siwak, karena hal itu termasuk penyempurna ‘keindahan’ ketika shalat.”
Jika dia tidak memiliki ‘siwak’, dia bisa membersihkan gigi dan mulut menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, karena tujuannya adalah menghilangkan bau mulut. Wallahu a’lam.
Begitu juga bau mulut, karena makanan atau yang lainnya, harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pergi ke masjid. Oleh karena itu siapa saja yang sebelumnya makan bawang merah atau bawang putih mentah, dilarang ikut berjama’ah di masjid. Disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, dari Jabir, bahwa bau mulutnya itu mengganggu malaikat yang juga hadir di masjid.
Adapun jika bawang merah atau bawang putih tadi sudah dimasak, sehingga baunya tidak ada lagi, boleh pergi ke masjid, meskipun sebelumnya dia memakannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Abu Dawud.
- Segera pergi ke masjid
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
وَ لَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِيْ التَّهْجِيْرِ لَاسْتَبَقَوْا إِلَيْهِ
“Seandainya mereka tahu adanya kebaikan yang sangat besar dengan segera datang ke masjid, pasti mereka berlomba-lomba untuk mendapatkannya…” [Bukhari dan Muslim]
Orang yang segera pergi ke masjid mendapatkan beberapa fadhilah (keutamaan) berikut ini:
Pertama, malaikat mendoakannya dan memintakan ampunan kepada Allah untuknya.
Ke dua, mendapatkan keutamaan shaf yang pertama.
Ke tiga, mendapatkan kesempatan waktu yang mustajab untuk berdoa.
Ke empat, mendapatkan kesempatan untuk shalat sunnah.
Ke lima, mendapatkan keutamaan dengan mendapatkan takbiratul ihram imam.
Dan berikut ini hadits-hadits yang menjelaskan beberapa fadhilah (keutamaan) segera datang ke masjid: Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ فِيْ صَلَاةٍ مَا دَامَتِ الصَّلَاةُ تَحْبِسُهُ، وَ الملَائِكَةُ تَقُوْلُ : اَللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اَللهُمَّ ارْحَمْهُ
“Sesungguhnya seseorang (dianggap seperti) shalat jika shalat tersebut yang menghalanginya (dari keluar masjid), dan malaikat berdoa: “Ya Allah, ampuni dia, ya Allah, kasihi dia.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Nabi juga bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْ النِّدَاءِ وَ الصَّفِّ الأَوَّلِ ثُّمَّ لَمْ يَجِدُوْا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمَوْا عَلَيْهِ
“Seandainya orang-orang tahu (pahala) apa yang ada pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak menemukan cara untuk mendapatkan hal itu kecuali dengan diundi, pasti mereka melakukan undian untuk mendapatkannya…” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah]
Nabi juga bersabda:
مَنْ صَلَّى لِلهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا فِيْ جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيْرَةَ الأُوْلَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ : بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَ بَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Siapa yang shalat, ikhlas karena Allah selama 40 hari dengan berjama’ah dan mendapatkan ‘takbiratul ihram’ imam, maka akan ‘dicatat’ untuknya dua kebebasan: kebebasan dari neraka dan kebebasan dari kemunafikan.” [HR. Tirmidzi]
Nabi juga bersabda:
لَا يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَ الإِقَامَةِ
“Doa di antara adzan dan iqomat tidak akan ditolak.” [HR. Tirmidzi]
- Membaca doa ketika keluar rumah menuju masjid.
Doa yang dibaca yaitu:
اَللّهُمَّ اجْعَلْ فِيْ قَلْبِيْ نُوْرًا وَ فِيْ لِسَانِيْ نُوْرًا، وَ اجْعَلْ فِيْ سَمْعِيْ نُوْرًا، وَ اجْعَلْ فِيْ بَصَرِيْ نُوْرًا، وَ اجْعَلْ مِنْ خَلْفِيْ نُوْرًا وَ مِنْ أَمَامِيْ نُوْرًا، وَ اجْعَلْ مِنْ فَوْقِيْ نُوْرًا وَ مِنْ تَحْتِيْ نُوْرًا، اللّهُمَّ أَعْطِنِيْ نُوْرًا.
“Ya Allah, ciptakanlah di dalam hati-ku sebuah cahaya dan di mulut-ku sebuah cahaya, ciptakanlah pada pendengaran-ku sebuah cahaya, dan ciptakanlah pada pandangan-ku sebuah cahaya, ciptakanlah di belakang-ku sebuah cahaya dan di depan-ku sebuah cahaya, ciptakanlah di atas-ku sebuah cahaya, dan di bawah-ku cahaya, Ya Allah, berilah aku sebuah cahaya.” [HR. Muslim]
Sebelum membaca doa ini, dianjurkan juga membaca doa keluar rumah, yaitu:
بِاسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ لَا حَولَ وَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
“Dengan (menyebut) nama Allah, aku menyerahkan semua urusan-ku kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.” [HR. Abu Dawud dan lainnya, dari Anas bin Malik]
- Jalan kaki menuju masjid.
Nabi bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِيْ بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَريْضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خُطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَ الأُخْرَى تَرْفَعُ حَسَنَةً
“Siapa yang bersuci di rumahnya, lalu dia keluar menuju salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah, maka dua langkah kakinya itu, yang satu menggugurkan dosa dan yang satunya lagi mengangkat satu kebaikan.” [HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
- Berjalan dengan tenang dan menjaga wibawa.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ فَلَا يَسْعَى إِلَيْهَا أَحَدُكُمْ، وَ لكِنْ لِيَمْشِ وَ عَلَيْهِ السَّكِيْنَةُ وَ الوَقَارُ
“Jika iqamat sudah dikumandangkan, janganlah seorang diantara kalian lari menuju masjid, hendaknya dia berjalan, dan hendaknya dia tenang dan menjaga wibawa….” [HR. Muslim]
Orang yang berjalan dengan tenang, jiwa dan raganya akan tenang saat melaksanakan shalat, jumlah langkah kakinya juga semakin banyak, sehingga semakin banyak dosa yang dihapus dan semakin tinggi derajatnya.
Ketika sampai di masjid, ada beberapa adab yang sangat bermanfaat:
- Mendahulukan kaki kanan saat masuk masjid.
Anas bin Malik berkata:
“Termasuk sunnah (tuntunan) Rasul adalah ketika kamu hendak masuk masjid, kamu mulai dari kakimu yang kanan, dan ketika kamu hendak keluar dari masjid, kamu mulai dari kakimu yang kiri.” [Riwayat Hakim]
- Membaca doa ketika masuk masjid.
Salah satu contoh doa yang dibaca ketika masuk masjid yaitu:
اَللّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untuk-ku.”
Dan ketika keluar dari masjid membaca doa:
اللهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu akan karunia-Mu.” [HR. Muslim]
- Shalat tahiyyatul masjid.
Mayoritas ulama berpendapat shalat tahiyyatul masjid hukumnya mustahab (dianjurkan), berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud. Dan sebagian ulama berpendapat wajib. Sehingga, jika memang kondisi memungkinkan untuk melakukannya, sebaiknya kita melakukannya.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ المسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka jangan duduk sebelum dia shalat dua reka’at.” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Qatadah As-Sulami]
- Ketika sudah di dalam masjid, dan adzan dikumandangkan, tidak keluar dari masjid kecuali karena keperluan yang mendesak.
Abu Hurairah_radhiyallahu ‘anhu_menganggap perbuatan seperti ini sangat tidak baik, yaitu keluar dari masjid tanpa keperluan yang mendesak. Adapun jika dia keluar dari masjid karena keperluan yang mendesak tidak apa-apa, misalnya dia keluar masjid untuk wudhu karena wudhunya batal.
- Melakukan beberapa ‘tugas’ orang yang ada di dalam masjid yang sedang menunggu shalat berjama’ah dimulai.
Beberapa ‘tugas’ itu seperti:
Pertama, membaca Al-Qur’an.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ وَ الصَّلَاةِ وَ قِرَاءَةِ القُرْآنِ
“…masjid adalah tempat yang hanya dipakai untuk mengingat Allah (dzikir), shalat dan membaca Al-Qur’an.” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik]
Ke dua, tidak berbincang-bincang di masjid dengan pembicaraan yang jelek atau tidak ada manfaatnya.
Sa’id bin Musayyib berkata:
“Siapa saja yang duduk di masjid, sesungguhnya dia sedang menghadap Allah, maka dia tidak diperkenankan berkata-kata kecuali dengan kata-kata yang baik.”
Ke tiga, tidak berbicara dengan suara keras.
Dahulu, ketika ada beberapa orang di masjid yang masing-masing dari mereka membaca Al-Qur’an dengan suara keras, Nabi menegur mereka. Sebagaimana ada di dalam sunan Abu Dawud. Ulama mengatakan, seperti ini tidak boleh karena mengganggu orang lain yang sedang shalat di masjid saat itu.
Imam Ibnu ‘Abdil Barr_rahimahullah_mengatakan, jika membaca Al-Qur’an dengan suara keras sehingga orang yang shalat terganggu, itu saja tidak boleh, maka berbicara dengan suara keras di masjid tanpa ada keperluan, tentu lebih tidak boleh lagi.
Berbicara dengan suara keras di masjid boleh jika ada keperluan, seperti ceramah menyampaikan ilmu agama di masjid.
Ke empat, tidak melakukan transaksi jual-beli di masjid.
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya: “Sesungguhnya Rasulullah melarang jual-beli di dalam masjid.” [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa-i]
- Tidak lewat di depan orang yang shalat.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ المارُّ بَيْنَ يَدَيْ المصَلِّيْ مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat tahu (dosa) apa akan yang dia tanggung, sungguh jika dia berhenti selama 40, itu masih lebih baik baginya daripada lewat di depannya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Di dalam hadits ini ada isyarat, bagi orang yang akan shalat di dalam masjid atau tempat lainnya, hendaknya dia memilih tempat yang tidak dilewati orang, atau jika tidak memungkinkan, hendaknya dia meletakkan sesuatu di depannya, sebagai ‘pembatas shalat’, seperti yang dilakukan Nabi.
Adapun jika kita lewat jauh di depan orang shalat, hukumnya boleh. Karena yang seperti ini bukan lewat di depan orang yang shalat. Dr. ‘Abdullah Al-Fauzan memberi contoh, jika seandainya ada orang yang shalat menggunakan ‘sajadah’, dan kita lewat sedikit jauh di depan sajadahnya, maka seperti ini boleh, karena seperti ini tidak disebut lewat di depan orang yang shalat.
Sedangkan dalam shalat berjama’ah, yang tidak boleh adalah lewat di depan imam. Sehingga, lewat di depan jama’ah yang lain, karena shalatnya batal, dan dia harus keluar masjid untuk wudhu, maka seperti ini boleh.
(Diambil dari kitab ‘Ahkam Hudhuril Masajid’, karya Dr. ‘Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh ‘Maktabah Daril Minhaj’, Riyadh, Saudi Arabia, cetakan ke tiga, tahun 1436 H.)
Oleh : Fajri NS