Bismillah, alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kenikmatan kepada kita semuanya, sehingga dengan segala kenikmatan tersebut kita dapat selalu menapaki kehidupan ini di bawah naungan Al Qur-an dan As Sunnah di atas pemahaman Salaful Ummah.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Uswatun Hasanah, Qudwah Shalihah, serta suri tauladan ummah, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada keluarga, para shahabat dan seluruh kaum muslimin yang mengikuti Sunnah Beliau hingga nanti di Yaumul Qiyamah.
Saudara-saudaraku sekalian, pada sepertiga akhir bulan yang penuh berkah ini terdapat Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan Allah melebihi malam-malam yang lain. Allah memberikan nikmat kepada umat ini dengan keutamaan dan kebaikan malam tersebut.
Allah menyifati Lailatu Qadar dengan malam yang penuh dengan berkah, karena banyaknya kebaikan, keberkahan dan keutamaanya. Diantara keberkahan malam ini adalah turunnya Al Qur-an pada malam tersebut. Alllah juga menyatakan, bahwa pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.
Definisi Lailatul Qadar
Para ulama berkata: “Dinamakan Lailatul Qadar, karena pada malam itu malaikat diperintahkan untuk menulis takdir, rizki dan ajal yang ada pada tahun itu.”
Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Ta’ala:
(( فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ))
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [QS. Ad Dukhaan: 4]
Dan firman Allah Ta’ala:
(( تَنَزَّلُ الْمَلَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ ))
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb–nya untuk mengatur segala urusan.” [QS. Al Qadar: 4]
Ada juga yang mengatakan, bahwa dinamakan Lailatul Qadar, karena derajat, atau kemuliannya yang agung. [Syarhun Nawawi ‘alaa Muslim, Bab Fadhlu Lailatil Qadar wal Hatstsi ‘alaa Thalabiha (IV/187)]
Ada yang mengatakan, bahwa Malam Lailatul Qadar adalah Malam Kemuliaan. Ada pula yang mengatakan, bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang penuh sesak, karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Adapula yang mengatakan, bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan, bahwa Lailatul Qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia. [Zaadul Masiir (9/182)]
Keutamaan Lailatul Qadar
Allah berfirman:
(( إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ – فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ))
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. Dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [QS. Ad Dukhaan: 3-4]
Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah berfirman:
(( إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ ))
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur–an) pada malam kemuliaan.”[QS. Al Qadar: 1]
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya:
(( وَمَآ أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ – لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌمِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ – تَنَزَّلُ الْمَلَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ – سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ))
“Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb–nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [QS. Al Qadar: 2-5]
Sebagaimana kata Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, malaikat turun pada Malam Lailatul Qadar dalam jumlah yang tak terhingga. [Zaadul Masiir (9/192)]
Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar. [Zaadul Masiir (9/194)]
Ibrahim An Nakha-i mengatakan, “Amalan di Malam Lailatul Qadar lebih baik dari amalan seribu bulan.” [Latha’iful Ma’arif, hal. 341]
Mujahid, Qatadah dan ulama lainya berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan ‘lebih baik dari seribu bulan’ adalah shalat dan amalan yang dilakukan pada Malam Lailatul Qadar lebih baik dari shalat dan puasa di seribu bulan yang tidak terdapat di dalamnya Lailatul Qadar. [Zaadul Masiir, 9/191]
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihiwasallambersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan shalat pada Malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah, lalu akan diampuni.” [HR. Al Bukhari, no. 1901]
Kapan Terjadinya Lailatul Qadar
Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir di Bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari Bulan Ramadhan.” [HR. Al Bukhari, no. 2020 dan Muslim, no. 1169]
Tepatnya di malam-malam ganjil pada malam-malam tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Carilah Malam Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari Bulan Ramadhan!” [HR. Al Bukhari, no. 2017]
Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat, sebagaimana yang dikatakan oleh beliau adalah, bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir Bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. [Lihat, Fathul Baari (4/262-266)]
Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Carilah Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir Bulan Ramadhan, pada sembilan, tujuh dan lima malam yang tersisa!” [HR. Al Bukhari, no. 2021]
Para ulama mengatakan, bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang kapan terjadinya Lailatul Qadar adalah agar manusia bersemangat mencarinya. Hal ini berbeda, jika Lailatul Qadar telah diketahui kapan terjadinya akan membuat merekabermalas-malasan dalam ibadah. [Lihat, Fathul Baari (4/266)]
Doa Pada Malam Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa pada Malam Lailatul Qadar, lebih-lebih doa yang dianjurkan Suri Tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata, “Katakan padaku, wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah Lailatul Qadar! Apa yang aku katakan ketika itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallammenjawab, “Katakanlah:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf , maka maafkanlah aku!” [HR. At Tirmidzi, no. 3513; Ibnu Majah, no. 3850 dan Ahmad (6/171)]
Tanda-tanda Malam Qadar
1. Udara dan angin sekitar terasa tenang.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, ‘Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan tampak kemerah-merahan.’.” [HR. Ath Thayalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Syaikh Al Albani mengatakan, bahwa hadist ini shahih. Lihat,Shahihul Jaami’, no. 5475]
2. Malaikat turun dengan membawa ketenangan, sehingga manusia merasakan ketenagan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari lain.
3. Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya, sebagaimana terjadi pada sebagian para shahabat radhiyallahu ‘anhum.
4. Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih dan cahayanya tidak panas.
Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Malam itu dalah malam yang cerah,yaitu malam ke-27 (dari Bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” [HR. Muslim, no. 762]
Bagaimana seorang muslim menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Lailatul Qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput darinya, maka ia telah terluput dari seluruh kebaikan. Seharusnya setiap muslim mencamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Pada Bulan Ramadhan terdapat Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa diharamkan dari kebaikan dimalam itu, maka ia telah luput dari seluruh kebaikan.” [HR. Ahmad (2/385) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan, “Hadits ini shahih.”]
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan mengharap pahala yang melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam yang giat beribadah pada sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhan guna menuai keutamaan malam-malam tersebut. Aisyahradhiyallahu ‘anha menceritakan, “Rasulullah sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh terakhir Bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu lainya.” [HR. Muslim,no. 1175]
Seharusnya seorang muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, membangunkan keluarganya untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut.
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, “Aku sangat senang, jika memasuki sepuluh malam terakhir Bulan Ramadhan untuk bertahajjud dan bersungguh-sungguh beribadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat, jika mereka mampu. [Latha–iful Ma’arif, hal. 331]
Adapun yang dimaksud dengan menghidupkan Malam Lailatu Qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan,Imam Asy Syafi’i rahimahullah dalam pendapat lamanya, mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan Shubuh di Malam Qadar, maka ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut.” [Latha–iful Ma’arif, hal. 329]
Menghidupkan Malam Lailatul Qadar-pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur-an. [‘Aunul Ma’bud (4/176)]
Bagaimana wanita haid menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir pernah bertanya kepada Adh Dhahak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haid, musafir dan orang yang tidur (namun, hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari Lailatul Qadar?“
Adh Dhahak menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalanya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut. [Lathaa–iful Ma’arif, hal. 341]
Dari riwayat ini menunjukkan, bahwa wanita haid, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian Lailatul Qadar. Namun, karena wanita haid dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat, maka ia boleh melakukan amalan ketaatan lainya, diantaranya adalah:
Waallahu a’lam bish-shawwab..
Oleh: Abu Faqih Al Fanghany
Disarikan dari: